Khilafah Itu Ajaran Islam yang Hukumnya Wajib Menurut Ijma’ Ulama, Tidak Boleh Ditolak oleh Siapa pun dan dengan Alasan Apa pun sampai Hari Kiamat


MutiaraUmat.com -- Tanya :

Bagaimana kita umat Islam di Indonesia menyikapi ucapan pejabat yang mengatakan bahwa sistem khilafah tak bisa masuk ke Indonesia bukan karena ditolak, namun tertolak karena sudah ada kesepakatan... (selengkapnya di sini: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191213183056-20-456836/maruf-sistem-khilafah-bukan-ditolak-tapi-tertolak-di-nkri).


Jawab :

Menolak wajibnya khilafah tidak dibenarkan sama sekali dalam agama Islam, apa pun alasannya. Hal itu karena wajibnya khilafah bukan perkara khilāfiyah (boleh berbeda pendapat), melainkan merupakan perkara yang telah menjadi Ijmā’ (kesepakatan) seluruh ulama dari berbagai mazhab dalam Islam sepanjang sejarah umat Islam dari dahulu sampai sekarang. Tidak ada seorang pun ulama yang menolak wajibnya Khilafah, kecuali akan dianggap sebagai orang berpendapat syādz (nyeleneh/sempalan) yang menyimpang bahkan anjlok dari rel agama Islam yang lurus.

Perhatikan penjelasan Imam Al-Qurthubi (wafat 651 H/1273 M) berikut ini :

 قال الإمام القرطبي: « وَلَا خِلافَ فِي وُجُوْبِ ذَلِكَ ( أَيْ الخِلافَةِ ) بَيْنَ الأُمَّةِ وَلَا بَيْنَ الأَئِمَّةِ ، إِلَّا مَا رُوِيَ عَنْ الأَصَمِّ حَيْثُ كَانَ عَنْ الشَّريعَةِ أَصَمُّ . وَكَذَلِكَ كُلُّ مَنْ قَالَ بِقَوْلِهِ وَاتَّبَعَهُ عَلَى رَأْيِهِ وَمَذْهَبِهِ ». (تفسير القرطبي، 1/264)

Imam Qurtubi berkata, "Tidak ada perbedaan pendapat (khilāfiyah) mengenai wajibnya perkara itu (wajibnya Imamah/Khilafah) di antara umat Islam dan di antara para Imam (ulama), kecuali apa yang diriwayatkan dari al-Ashamm (nama seorang penolak wajibnya Khilafah), yang dia itu memang “ashamm” (tuli/budheg) dari Syariah. Demikian juga siapa saja yang berkata dengan pendapat dia (al-Ashamm) serta yang mengikuti pendapat dan mazhab dia.” (Imam Al-Qurthubi, Tafsīr al-Qurthubiy, Juz I, hlm. 264).

Semua imam mazhab yang empat, telah sepakat (Ijmā’) mengenai wajibnya Khilafah, sesuai penjelasan Syekh Abdurahman Al-Juzairi (wafat 1360 H/1941 M) sbb :

 « اتَّفَقَ الأَئِمَّةُ رَحِمَهُمُ اللَّهُ تَعَالَى عَلَى أَنَّ اْلإِمَامَةَ فَرْضُ...» (الشيخ عبد الرحمن الجزيري ،الفقه على المذاهب الأربعة، ج5 ص 366، ط. دار الكتب العلمية)

Para imam-imam [Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Ahmad], rahimahumullāh ta’āla, telah sepakat bahwa Imamah [Khilafah] itu hukumnya fardhu [wajib].” (Abdurahman Al-Juzairi, Al-Fiqh ‘Alā Al-Madzāhib Al-’Arba’ah, Juz V, hlm. 366, Beirut : Darul Kutub Al-Ilmiyah).

Bahkan, wajibnya khilafah tidak hanya disepakati oleh imam mazhab yang empat tersebut, yang merupakan ulama ahlus sunnah wal jama’ah, melainkan juga telah disepakati oleh golongan-golongan di luar ahlus sunnah wal jama’ah, seperti Murji’ah, Khawarij, Mu’ tazilah, Syi’ah, dll. Imam Ibnu Hazm (wafat 456 H/1063 M) berkata :

 « اتَّفَقَ جَميعُ أَهْلِ السُّنَّةِ وَجَميعُ المُرْجِئَةِ وَجَميعُ الشّيعَةِ وَجَميعُ الخَوارِجِ عَلَى وُجُوْبِ الإِمَامَةِ …» (الإمام ابن حزم، الفصل في الملل والأهواء والنحل، ج 3 ص 3، ط. دار الكتب العلمية).

Telah sepakat semua Ahlus Sunnah, semua Murji’ah, semua Syi’ah, dan semua Khawarij, mengenai wajibnya Imamah [Khilafah]...” (Ibnu Hazm, Al-Faṣlu fi Al-Milal wa al-Ahwā’ wa An-Niḥal, Juz III, hlm. 3, Beirut : Dārul Kutub Al-’Ilmiyah).

Berdasarkan penjelasan di atas, sungguh lancang jika ada yang berani menolak wajibnya Khilafah, apalagi mengatasnamakan ulama, padahal tidak ada ulama yang menolak wajibnya Khilafah, kecuali tidak akan diperhitungkan pendapatnya, karena pendapatnya telah bertentangan dengan Ijma’ Shahabat, dan ijma’ para ulama yang mu’tabar dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah bahkan dari berbagai kalangan (golongan) di luar Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Wajibnya Khilafah merupakan kewajiban yang tetap (tsābit), yang akan tetap wajib berdasarkan keumuman dalil-dalilnya sehingga kewajiban ini berlaku universal di setiap waktu dan tempat hingga Hari Kiamat nanti.

Sudah diketahui (ma’lūm) bahwa hukum syara’ yang didasarkan pada dalil umum, akan terus berlaku di segala waktu dan tempat di mana pun juga hingga Hari Kiamat nanti :

قال الشيخ الطاهر ابن عاشور رحمه الله : « فَعُمُوْمُ الشَّريعَةِ سَائِرُ البَشَرِ فِي سَائِرِ العُصُوْرِ مِمَّا أَجْمَعَ عَلَيْهِ المُسْلِمُونَ ، وَقَدْ أَجْمَعُوْا عَلَى أَنَّهَا مَعَ عُمُومِهَا صَالِحَةٌ لِلنَّاسِ فِي كُلِّ زَمَانٍ وَمَكَانٍ » .[مقاصد الشريعة الإسلامية، للطاهر ابن عاشور (٣/٢٧٤)].

Syekh al-Ṭāhir bin ‘Āshūr (wafat tahun 1393 H/1973 M), raḥimahullāh, berkata : “Jadi keumuman syariat bagi semua manusia di segala zaman adalah apa yang telah disepakati bersama oleh kaum muslimin, dan mereka sepakat bahwa syariat itu, beserta keumumannya, berlaku untuk segala zaman dan tempat.” (Al-Ṭāhir bin ‘Āshūr, Maqāṣid al-Sharī’ah, Juz III, hlm. 274).

Suatu hukum syara’ yang sudah tsābit (tetap) berdasarkan dalil Al-Qur`an, atau As-Sunnah, atau Ijma’, atau Qiyas, akan tetap berlaku sampai Hari Kiamat :

قال الزركشي رحمه الله : « كُلُّ حُكْمٍ ثَبَتَ لَنَا بِقَوْلِ اللَّهِ أَوْ بِقَوْلِ رَسولِهِ أَوْ بِإِجْماعٍ أَوْ قِيَاسٍ فَهُوَ دائِمٌ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ » .[البحر المحيط في أصول الفقه، للزركشي (١/٢١٧)].

Imam al-Zarkasyi, raḥimahullāh, berkata : “Setiap hukum syara’ yang ditetapkan untuk kita dengan dalil firman Allah, atau dengan dalil sabda Rasul-Nya, atau dengan dalil Ijma’ (konsensus) atau dalil Qiyas (analogi syar’i), maka dia tetap berlaku sampai Hari Kiamat.” (Imam al-Zarkasyi, al-Baḥrul Muḥīṭ fī Uṣūl al-Fiqh, Juz I, hlm. 217).

Padahal wajibnya Khilafah, sebagaimana penjelasan Syekh ‘Abdullah Al-Dumayjī (lahir 1956 M), telah ditetapkan (tsābit) berdasarkan dalil Al-Qur`an, As-Sunnah, Ijma’, dan Qawā’id Syar’iyyah, sebagaimana penegasan beliau :

« وُجُوْبُ اْلإِمَامَةِ [أي اَلْخِلاَفَةُ] ثَابِتٌ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَةِ وَاْلإِجْمَاعِ وَالْقَوَاعِدِ الشَّرْعِيَّةِ. » [الإمامة العظمى عند أهل السنة والجماعة، للدميجي ص 45]

Wajibnya Imamah [Khilafah] telah ditetapkan berdasarkan dalil Al-Kitab, As-Sunnah, Ijma’, dan Qawā’id Syar’iyyah.” (‘Abdullah Al-Dumayjī, Al-Imāmah Al-‘Uzhmā ‘Inda Ahlis Sunnah wa Al-Jamā’ah, Riyādh : Dār Thaybah, Cetakan II, 1408 H, hlm. 45).

Kesimpulannya, atas dasar semua penjelasan di atas, ucapan siapapun bahwa sistem khilafah tak bisa masuk ke Indonesia bukan karena ditolak, namun tertolak karena sudah ada kesepakatan tertentu, sesungguhnya adalah ucapan yang batil yang sesat dan menyesatkan. Karena Khilafah itu ajaran Islam yang hukumnya wajib menurut Ijma’ Ulama (Kesepakatan Ulama), tidak boleh ditolak oleh siapa pun dan dengan alasan apa pun sampai Hari Kiamat.

Wallāhu a'lam. []

Yogyakarta, 29 Maret 2023
  

Oleh: KH. M. Shiddiq Al-Jawi
Pakar Fiqih Kontemporer 

0 Komentar