Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Merampas Ruang Hidup Masyarakat

MutiaraUmat.com -- Pengamat Politik Ustadzah Asri Suangga, S.E., M.Si. menyebutkan, KEK merampas ruang hidup, menghilangkan mata pencaharian, dan merebut lahan masyarakat. 

"Ruang hidup masyarakat dirampas, dibatasi aksesnya, dan sama sekali masyarakat tidak mendapatkan kesejahteraan seperti yang telah dijanjikan, jelas Ustadzah Asri dalam Live Discussion Muslimah NewsCom: “Dusta KEK sebagai Jalan Menuju Sejahtera.”  Jum’at (22/12/2023) di Fanpage Facebook. 

Ia mengatakan, KEK menguasai empat desa yang masuk wilayah Mandalika dan warga tidak mempunyai sertifikat lahan, yang ada hanya girik. Dengan alasan skema hak pengolahan lahan (HPL), kepemilikan pribadi ini tidak diakui oleh negara, tanpa bukti kuat dihadapan hukum. Namun, lahan yang diambil oleh negara kemudian dikelola oleh PT ICDC. 

“Ketika ada perampasan lahan yang jadi korbannya tetap masyarakat. Masyarakat dijanjikan mendapatkan kesejahteraan, tetapi yang terjadi sebaliknya, masyarakat makin melarat, bahkan kehilangan matapencaharian, kehilangan lahan garapan, dan terpaksa harus pergi dari tempat tinggalnya yang sudah diwariskan ratusan tahun lalu,” papar Ustadzah Asri.

Ia mengungkapkan, masyarakat yang tadinya mengelola lahan, ketika lahan dirampas, kebingungan mencari matapencaharian pengganti. Mereka hanya bisa berdagang ataupun ojek perahu di daerah pariwisata. Apa yg dijanjikan oleh kawasan KEK, tersedianya lapangan pekerjaan. Namun, yang disediakan bukan pekerjaan yang mapan. Ketenagakerjaan kita ada konsep upah minimum. Masyarakat disekitar KEK disiapkan hanya menjadi buruh dengan standar upah minimum, yang jauh dari kata sejahtera.

Ustadzah Asri menjelaskan, sebagian warga yang masih bertahan tinggal Mandalika, akses keluar masuknya dibatasi, mereka diberi kartu, dipagari dari semua sisi,  diancam jika mereka tidak bersedia pindah dari lahan tersebut. Akses menuju kampung mereka dibatasi satu kartu perkeluarga perhari. Mereka seperti dipenjara, keluar masuk kampung satu kali saja, satu kartu satu KK dan satu kali akses perhari. Sementara warga yang direlokasi dari tahun 2019 sampai sekarang, mereka belum diberikan bangunan permanen, mereka seperti tinggal dibarak-barak penampungan. 

"Gambaran pembangunan KEK di suku Moi Sorong, Tanjung Klayun, Bangka Belitung, Bitung, Kupang, dan Minahasa Utara, semua sama saja tidak pernah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Bahkan ada perampasan lahan dengan luasan puluhan hektar. Rata-rata lahan yang dirampas milik rakyat, yang seharusnya dipertahankan menjadi milik umum, supaya masyarakat bisa mengambil manfaatnya," tuntasnya [] Yesi Wahyu I

0 Komentar