MutiaraUmat.com -- Lagi, impor beras menjadi pilihan pemerintah untuk mengatasi kekurangan beras dalam negeri. Ironis, negeri yang dielu-elukan sebagai negara agraris, namun harus menyatakan diri kekurangan beras dan harus mengambil solusi impor. Bak ayam mati di lumbung padi. Begitulah kondisi masyarakat Indonesia saat ini akibat carut marut pengelolaan negara. Negerinya kaya namun rakyatnya banyak yang miskin dan sengsara.
Tak tanggung-tanggung, kucuran impor beras yang ditargetkan pada Januari 2024 ini mencapai 1,5 juta ton. Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi menjelaskan impor beras diperlukan untuk menjaga stok Bulog tetap di atas 1,5 juta ton. Adapun saat ini stok beras Bulog 1,45 juta ton per 2 November 2023. “Tambahan 1,5 juta ton itu akan masuk di pertengahan Januari. Ini kami pastikan langsung tersebar ke seluruh Indonesia,” ujar Arief dalam rapat koordinasi pengendalian inflasi (solopos.com, 06/01/2024).
Pada kesempatan berbeda, rencana impor beras ini dikonfirmasi oleh presiden Jokowi. Dengan pernyataan yang cukup sarkas seolah banyaknya kelahiran menjadi beban negara, menurut Jokowi setidaknya ada 4 juta - 4,5 juta bayi yang baru lahir setiap tahun. Sehingga kebutuhan akan pangan seperti beras akan bertambah setiap tahunnya. "Semua butuh makan, penduduk kita sudah hampir 280 juta jiwa butuh makan, semua butuh beras, butuh beras semua," tegas Jokowi (cnbcindonesia.com, 02/01/2024)
Cita-cita swasembada pangan memang sudah digaungkan sejak lama. Namun hampir setiap tahun impor beras terus dilakukan. Banyak pernyataan pemerintah yang terdengar seolah mencari cara untuk mencapai kemandirian pangan dalam negeri namun berbeda jauh dari fakta yg dilakukan. Tidak ada upaya serius untuk meningkatkan hasil pertanian. Justru banyak lahan pertanian dialih fungsikan menjadi perumahan dan infrastruktur.
Mirisnya, saat ini banyak petani enggan menanam padi. Pasalnya, mereka selalu dihadapkan pada kelangkaan dan mahalnya harga pupuk. Kemudian saat panen mereka harus rela menjual gabah dengan harga murah, yang tidak sebanding dengan modal yang mereka keluarkan, disebabkan beras impor bertebaran di pasar dengan harga yang relatif murah. Banyak pula para petani yang akhirnya menjual lahan kepada pengembang properti yang saat ini makin menjamur karena dirasa lebih menguntungkan. Maka jika dirunut, impor beras pada akhirnya bukan menjadi solusi namun menjadi awal bencana. Makin menjauhkan bangsa ini dari cita-cita kedaulatan pangan.
Disisi lain, kedaulatan pangan adalah salah satu pilar utama bagi stabilitas negara. Tanpa kedaulatan pangan, terutama bahan makanan pokok seperti beras, sebuah negara akan terus bergantung pada negara lain. Bukan tidak mungkin keadaan ini dibaca dan dimanfaatkan oleh negara pengimpor agar Indonesia terus bergantung kepada negara tersebut. Alhasil kelak harga pangan akan dipermainkan dan praktis stabilitas dan kedaulatan negara pun terancam.
Tidak segera tercapainya kedaulatan pangan sebenarnya berakar dari sistem kapitalisme. Seharusnya mimpi swasembada beras bukan sesuatu yang sulit bagi negara agraris seperti Indonesia. Jika sampai saat ini mimpi itu belum terwujud, disebabkan ketidak seriusan pemerintah dalam mengusahakannya. Impor beras dipilih karena lebih menguntungkan bagi pengusaha besar terutama kartel beras. Tak heran jika pemerintah yang dikendalikan oleh oligarki menyukai impor beras meski jelas langkah tersebut adalah solusi pragmatis jangka pendek. Maka akar masalah dari persoalan ketergantungan impor beras ini adalah diterapkannya sistem kapitalisme.
Polemik impor beras tidak akan berlarut-larut apabila sistem yang diterapkan adalah sistem Islam. Dalam negara bersistem Islam, kedaulatan pangan adalah unsur utama yang harus diwujudkan oleh negara. Islam berprinsip bahwa ketahanan pangan merupakan suatu kondisi dimana umat Islam memiliki akses yang aman dan berkelanjutan terhadap pangan yang cukup, bergizi, dan terjangkau. Ketahanan pangan dipandang sebagai salah satu tujuan syariat yaitu menjaga jiwa.
Islam memberi perhatian serius terhadap ketersediaan pangan karena hal tersebut adalah kebutuhan utama seluruh umat. Salah satu metode untuk mencapai hasil pertanian yang tinggi, diantaranya dengan melakukan intensifikasi pertanian dan ekstensifikasi pertanian, melarang keras impor pangan dari negara asing, serta mencegah monopoli pangan oleh swasta. Demikianlah, hanya dalam sistem Islam kesejahteraan seluruh umat manusia akan terwujud. Lebih dari itu, menerapkan sistem Islam artinya menerapkan aturan yang berasal dari sang pencipta. Tentu tidak ada yang lebih baik dalam memelihara dan mengatur manusia dan seluruh alam semesta selain penciptanya yaitu Allah SWT. []
Oleh: Dinda Kusuma W T
Aktivis Muslimah
0 Komentar