Terkait Pengakuan Agus Rahardjo, IJM: Harusnya Pihak Terkait Menindaklanjuti



MutiaraUmat.com ---Direktur Indonesia Justice Monitor, Agung Wisnuwardana mengatakan, pengakuan Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Raharjo yang menyatakan, pernah diminta Presiden Jokowi untuk menghentikan penyidikan kasus E-KTP Setio Novanto harusnya ditindaklanjuti pihak terkait. 

"Seharusnya pihak-pihak terkait menindaklanjuti apa yang disampaikan Pak Agus Raharjo, walaupun di depan wartawan bukan di depan para penyidik, tetapi seharusnya ini ditindaklanjuti demi keberlangsungan negara ini dalam konteks trust (kepercayaan)," ujarnya dalam Kabar Petang, Jokowi Minta Setop Kasus E-Ktp, Seriusss? Di kanal YouTube Khilafah News, Senin (4/12/2023). 

Ia menilai, jika tidak dilakukan penyidikan/tindaklanjut, maka antara rakyat dan pemimpin tidak akan ada trust. Karena kalau pemimpin dengan rakyatnya atau rakyatnya tidak ada trust kepada pemimpin dalam konteks ini makin hari sebenarnya negeri ini makin mengalami kebangkrutan. 

"KPK hari ini seperti tidak memiliki kekuatan yang layak untuk memberantas korupsi. Dari hari ke hari apalagi setelah dikepalai oleh Pak Firli, lalu dilanjutkan dengan revisi undang-undang (UU) KPK dan lain sebagainya memang makin hari makin tidak memiliki taji/ kekuatan untuk memberantas korupsi," lugasnya.

Sehingga, katanya, kalau ditanyakan apakah KPK bisa dilakukan intervensi? kita pahami bahwa kekuasaan di Indonesia itu memang secara ekonomi politik itu cenderung untuk oligarki, karena cenderung pada oligarki itulah peluang untuk melakukan intervensi pada politik, ekonomi, dan juga hukum itu sangat dimungkinkan dilakukan, sehingga bahwa kekuasaan itu melakukan intervensi.

Korupsi Menjamur 

Agung menjelaskan pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi adalah merupakan anak lanjutan dari reformasi karena di masa Orde Baru pemerintahan penuh dengan Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN). Sehingga, dengan harapan bahwa kelembagaan KPK yang diwujudkan sebagai follow up dari reformasi itu bisa memberikan penyelesaian terhadap kasus-kasus korupsi di Indonesia. 

"Memang di awal KPK ini berdiri, indeks korupsi Indonesia cukup baik, tetapi makin ke sini makin indeks korupsi itu makin parah. Indonesia makin parah indeks korupsinya, dan korupsi di Indonesia kalau di masa orde baru dilakukan dibalik tangan, hari ini korupsi itu berani dilakukan di atas tangan dan ini terjadi di semua tempat, dari level pusat sampai level desa, dan ini terjadi sedemikian rupa," jelasnya. 

Ia mengatakan, korupsi menjamur itu tidak bisa pisahkan dari konteks ekonomi politik yang berkembang di Indonesia yaitu korporatokrasi. Intinya bagaimana kepentingan-kepentingan politik itu mengabdi demi kepentingan korporasi. Sehingga, ruang-ruang korupsi itu makin subur di tengah-tengah masyarakat karena sejak dari awal memang ekonomi politik itu didesain sedemikian rupa untuk munculnya korupsi. 

"Misalnya sederhana saja, untuk maju ke pemilihan pemimpin dari level desa sampai level pusat itu pemenang pemilu selalu saja didanai oleh cukong dan terbuka. Begitu didanai cukong, maka Ketika dia memegang tampuk pemimpin birokrasi, dia harus memberikan lesensi atau kemudahan-kemudahan dari para  pemegang ekonomi itu untuk dapat konsesi-konsesi. Di situlah akhirnya muncul gratifikasi," cecarnya. 

Kemudian ia menjelaskan, sering kali untuk menomboki kegiatan tersebut, para cukong melakukan proyek-proyek uang-uang negara yang sering kali menjadikannya sebagai korupsi berjamaah dan ini terjadi di tengah-tengah masyarakat. Hal itu jugalah, jadi sebab sekarang ramai yang mendorong untuk disahkannya UU perampasan asset. Namun, sampai hari ini terkatung-katung karena Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) sendiri menjadi pihak yang sangat khawatir dengan adanya UU perampasan asset. 

"Sehingga, saya lihat memang adanya KPK ini tidak menyelesaikan masalah korupsi yang terjadi. Malah korupsi itu makin terbuka di mana-mana, artinya ini persoalannya bukan ada tidaknya lembaga KPK tetapi persoalan politik. Itulah yang menyebabkan problem besar yang ada di negeri ini sehingga korupsi itu makin merajalela," pungkasnya. [] Alfia Purwanti

0 Komentar