Peringatan Hari Ibu, Apresiasi atau Eksploitasi?

MutiaraUmat.com -- Dalam rangka peringatan Hari Ibu yang ke-95, tahun 2023, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) DKI Jakarta menggelar upacara di lapangan kantor wilayah pada Jum’at (22/12). Mutia Farida selaku Kadiv Administrasi (Kadivmin) bertindak sebagai Inspektur Upacara.

Dalam amanatnya, Mutia Farida membacakan sambutan dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) pada Peringatan Hari Ibu (PHI) ke- 95 Tahun 2023 yang bertema "Perempuan Berdaya, Indonesia Maju".

Peringatan Hari ibu ini diperingati sebagai momen penting pergerakan perempuan Indonesia. PHI yang diperingati setiap tanggal 22 Desember, bukan sekadar "mother's day", tetapi memiliki akar sejarah yang bermula dari Kongres Perempuan Pertama pada tahun 1928 di Yogyakarta. Presiden Soekarno kemudian menetapkan 22 Desember sebagai Hari Ibu melalui Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 (https://jakarta.kemenkumham.go.id).

Perempuan dalam Circle Kapitalisme

Dalam Peringatan Hari Ibu (PHI) tersebut, tema ini dimaknai bahwa perempuan berdaya adalah perempuan yang menghasilkan materi atau uang dan juga memiliki kesempatan terjun dalam kancah politik praktis. Saat ini, peran perempuan menjadi begitu penting dalam perekonomian sistem kapitalisme.

Bahkan, ekonomi perempuan menjadi salah satu ujung tombak yang terus diberdayakan dan mendapatkan dukungan dari negara. Alhasil, peran perempuan semakin jauh dari fitrahnya.

Sungguh, sistem kapitalisme telah menyeret kaum perempuan jauh dari peran yang sebenarnya hingga peran perempuan mengalami pembajakan. Padahal, seharusnya peran utama perempuan sebagai ibu pendidik generasi. Akan tetapi kapitalisme telah mendorong mereka untuk turut mencari nafkah. 

Jelas, hal ini sangat berakibat fatal. Ketika mereka lalai terhadap tugasnya sebagai pendidik generasi, maka akan menimbulkan problematika baru bagi kelangsungan generasi bangsa.  Mirisnya, problem generasi hari ini kian marak dalam segala aspek. Seperti seks bebas, pornografi, terjerat narkoba, pencurian bahkan sampai pembunuhan. Hal ini pun makin diperparah dengan keberadaan G20 yang merupakan upaya untuk melegitimasi kapitalisme global. 

Di samping itu, negara-negara industri/Utara membentuk dan menggunakan forum internasional untuk memajukan dan menjustifikasi agenda, nilai dan kepentingan politik serta ekonominya. Perempuan kini menjadi sasaran empuk kapitalisme industri. Bukan hanya dalam bentuk dominasi, tapi juga eksploitasi.

Oleh sebab itu, untuk menyelesaikan masalah ini perlu adanya  revitalisasi peran perempuan sebagai ibu pendidik generasi. Maka sudah seharusnya negara mengembalikan peran perempuan sesuai dengan perintah Allah Swt. demi mewujudkan generasi berkepribadian mulia.

Perempuan Mulia Hanya dalam Sistem Islam

Islam adalah agama dan aturan yang sempurna yang menempatkan perempuan dalam kedudukan paling mulia. Islam sangat paham bahwa penentu bangkit atau runtuhnya suatu peradaban tergantung  kaum perempuannya. Karena tugas utama perempuan  yaitu sebagai ummun wa rabbatul bait atau ibu generasi dan pengelola rumah tangga. Oleh sebab itu dalam sistem sekuler kapitalis hari ini, untuk menghancurkan suatu peradaban adalah dengan mengeluarkan perempuan dari fitrahnya.

Sejatinya, perempuan berdaya dalam pandangan Islam bukan mendukung perempuan untuk bekerja demi mendongkrak pertumbuhan ekonomi bangsa. Akan tetapi, justru mengoptimalkan potensi dan peran perempuan untuk kemaslahatan umat. Seperti aktif melakukan pembinaan umat dengan tsaqafah Islam dan beramar ma'ruf nahi munkar.

Sementara perempuan bekerja dalam Islam adalah tidak wajib melainkan mubah. Karena itu, perempuan tidak boleh melalaikan kewajiban utamanya sebagai ibu pendidik generasi dan pengelola rumah tangga. Karena Islam mengatur kewajiban nafkah itu hanya diberikan kepada laki-laki saja.

Maka dari itu, negara akan menciptakan lapangan pekerjaan kepada laki-laki dengan seluas-luasnya. Tak tanggung-tanggung negara juga akan selalu berusaha memenuhi kebutuhan pokok rakyat secara maksimal, baik laki-laki atau perempuan, kaya atau miskin, muslim atau non muslim secara merata. Sehingga perempuan tidak perlu ikut bekerja untuk membantu perekonomian keluarga apalagi mendongkrak pertumbuhan ekonomi bangsa.

Lantas, apakah bisa negara menanggung kebutuhan pokok semua rakyatnya? Tentu tidak. Negara memang tak akan pernah bisa dan mampu menanggung semuanya jika masih mengambil dan menerapkan sistem kapitalisme meskipun berganti wajah pemimpinnya.

Itulah sebabnya, sistem Islam menjadi solusi alternatif dan satu-satunya untuk menghilangkan derita perempuan dan generasi. Maka sistem Islam tidak akan bisa tegak tanpa Daulah Khilafah Islam.
Wallahu a'lam bishshowwab.[]

Oleh: Yusseva, S.Farm 
(Peduli Ibu dan Generasi)

0 Komentar