MutiaraUmat.com -- Fenomena pelaku korupsi didominasi lulusan pendidikan tinggi sudah menjadi berita yang merebak beberapa tahun belakangan ini. Fenomena ini terjadi karena lulusan pendidikan tinggi menempati posisi-posisi penting di instansi atau lembaga sehingga mereka memiliki kewenangan yang bisa menjadi jalan mulus untuk melakukan korupsi. Sungguh hal ini sangat memprihatinkan karena semakin tinggi pendidikan ternyata tidak membuat seseorang memahami mana kepentingan publik dan mana kepentingan pribadi. Apalagi tindakan korupsi dimasukkan kedalam tindak pidana luar biasa karena melihat dampak luas yang dihasilkan. Tidak perlu mengenyam pendidikan tinggi untuk bisa memahami dampak buruknya, tetapi kenapa justru yang melakukannya adalah orang-orang terpelajar?
Fenomena yang berlarut-larut ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan yang berlaku saat ini semakin kehilangan visi dan misi untuk membentuk SDM (Sumber Daya Manusia) unggul yang berkonstribusi aktif di dalam kemajuan masyarakat. Malah mirisnya tindakan korupsi juga terjadi di lembaga perguruan tinggi itu sendiri yang harusnya mengedukasi masyarakat untuk tidak korupsi. Disinyalir kasus yang terjadi semakin meningkat dan melibatkan semua level termasuk mahasiswa. Dan fenomenanya seperti gunung es, fakta di lapangan lebih banyak dibandingkan kasus yang terbongkar. Lembaga yang diharapkan membentuk SDM yang unggul malah mendidik dan menjadi tempat praktek langsung tindak korupsi. Apalagi upaya penanggulangan yang dilakukan pemerintah dianggap kurang tegas dan malah melemahkan sehingga tindak pidana ini semakin mengakar dan membudaya. Hingga Indonesia masuk dalam negara dengan tingkat korupsi yang tinggi.
Tidak bisa dipungkiri melihat fakta yang ada, sistem pendidikan kita semakin sekuler. Semakin menjauhkan nilai dan ajaran Islam didalam membentuk SDM, termasuk di lembaga pendidikan tinggi. Sehingga membentuk SDM yang liberal, minim akhlak yang justru mencetak pelaku korupsi. Sejalan dengan hal itu, standar output pendidikan saat ini adalah penyerapan lulusan di dunia kerja, tidak ada nilai moral dan agama di dalam kriterianya. Karena posisi Indonesia sebagai negara berkembang yang mengharuskan tunduk dan mengikuti standar internasional di dalam sistem pendidikan, termasuk di perguruan tinggi. Sehingga SDM yang dihasilkan sejalan dengan sistem global saat ini yaitu sekuler kapitalisme.
PISA (Programme for International Student Assessment) dan WCU (world class university) adalah standar internasional di dalam sistem pendidikan saat ini yang mengarahkan kepada program KBE (Knowledge Based Economic). Output pendidikan tinggi terkait ilmu pengetahuan dan teknologi diarahkan kepada daya saing dalam ekonomi dunia, riset di pendidikan tinggi diarahkan kepada relasi bisnis dengan korporasi, jenis jurusan dan penentuan kurikulum diselaraskan dengan kepentingan pasar adalah beberapa gambaran program KBE. Sehingga sistem pendidikan yang sekuler membentuk SDM yang dirancang hanya untuk pertumbuhan ekonomi kapitalisme saat ini, kering dari pembentukan nilai dan ajaran Islam.
Peran pendidikan dalam Islam adalah untuk mencetak SDM yang ahli dan pakar di bidangnya yang diarahkan sebagai problem solver permasalahan umat. Landasan sistem pendidikan adalah akidah Islam yang akan melahirkan SDM yang berkepribadian Islam, di mana pola pikir dan pola sikapnya sesuai dengan nilai dan ajaran Islam. Maka akan terbentuk generasi yang peka terhadap permasalahan umat, yang memiliki jiwa kepeminpinan dan mendedikasikan dirinya untuk kemaslahatan umat. Jauh dari karakter yang individualis, yang hanya berorientasi duniawi akhirnya menjadi koruptor berdasi seperti fenomena saat ini.
Sejalan dengan itu, di dalam Islam, industri dikelola oleh negara dan diarahkan kepada kemandirian dan pemenuhan kesejahteraan masyarakat secara umum bukan untuk dikuasai segelintir orang seperti di sistem ekonomi kapitalisme. Perguruan Tinggi juga menjalankan tugasnya mencetak para pemikir dan para ahli yang dibutuhkan oleh masyarakat dan mereka sebagai garda terdepan di dalam pembangunan peradaban.
Memberantas korupsi tidak bisa hanya dengan slogan dan ajakan saja tetapi harus ada perubahan mendasar di sistem kehidupan kita. Termasuk di dalamnya perubahan sistem pendidikan kita, sehingga mencetak para penguasa dan pejabat yang jujur dan amanah serta memiliki kemampuan untuk meriayah umat. Tidak terjebak pada arus sekulerisme sehingga memunculkan pejabat-pejabat yang korup, di samping itu juga tidak terjebak kapitalisasi perguruan tinggi sehingga pendidikan tunduk kepada para kapital. Sistem pendidikan yang seperti ini tidak bisa berdiri sendiri tetapi harus disokong oleh sistem-sistem yang lain. Sehingga penerapan nilai-nilai dan ajaran Islam harus dilakukan diseluruh lini kehidupan masyarakat. Maka permasalahan sistem pendidikan bisa tersolusi dengan tuntas. []
Oleh: Erna N.
Aktivis Muslimah
0 Komentar