Penghinaan Nabi Kembali Terjadi, Pengamat: Gambaran Kebebasan dalam Demokrasi


MutiaraUmat.com -- Merespons dugaan penistaan terhadap agama Islam dan Nabi SAW yang dilakukan TikTokkers Elia Myron, Direktur Siyasah Institute, Ustaz Iwan Januar mengatakan itulah gambaran dari fenomena kebebasan berpendapat dalam sistem demokrasi. 

"Merupakan gambaran dari fenomena kebebasan berpendapat yang memang itu dijamin di dalam sistem demokrasi. Karena memang dalam sistem demokrasi orang boleh ngomong apa saja," ujarnya dalam Kabar Petang: Berulah Lagi! TikTokkers Elia Myron Diduga Hina Al-Qur’an dan Nabi, di kanal YouTube Khilafah News, Kamis (30/11/2023). 

Dalam sistem demokrasi liberal yang berlaku di negara Barat, Iwan mengatakan orang melakukan hate speech atau penistaan agama itu sesuatu yang sah-sah saja. Itulah konsekuensi menganut sistem demokrasi, orang boleh berbicara apapun. 

"Inilah konsekuensi yang harus dipahami oleh kaum Muslim. kalau kaum Muslimin tidak mengingkan hal ini (ujaran kebencian) terulang, maka jangan pakai sistem demokrasi. Karena dalam sistem demokrasi ada jaminan dari UU dan secara consensus tidak tertulis bahwa orang boleh menyampaikan apa saja," paparnya. 

Selain itu, Iwan juga menilai yang dilakukan Elia itu sudah merupakan kategori penistaan agama karena mengajak kepada netizen untuk membuat petisi supaya Kementrian Agama merevisi Al-Qur’an. Padahal, dia tidak punya hak dalam hal itu karena dia bukan Muslim. Umat Muslim saja tidak punya hak untuk melakukan itu karena Al-Qur’an ini sesuatu yang datang bukan dari manusia, bukan dibuat oleh Nabi Muhammad, oleh para sahabat, tetapi langsung datang dari Allah SWT. 

"Dalam Al-Qur’an kita bisa buka banyak ayat Allah yang menegaskan bahwa dialah Allah yang menurunkan Al-Qur’an, tidak ada sama sekali campur tangan manusia termasuk Nabi Muhammad SAW," tegasnya. 

Jadi menurutnya, kalau ada orang di luar Islam yang kemudian mengajukan petisi untuk mengubah kandungan dari Al-Qur’an yang bertentangan dengan keyakinan dia, ini sudah penistaan agama. Dia tidak punya hak, lompat pagar plus sudah merupakan tindakan hate speech karena sudah mengajak kepada orang membenci Al-Qur’an.

Islamofobia 

Ia menjelaskan fenomena seperti ini sudah termasuk islomofobia, karena kalau dia tidak islamofobia maka tidak akan merasa terganggu dengan Al-Qur’an. Namun, dengan dia mengajak khalayak untuk membuat petisi yang meminta kepada Kementrian Agama untuk mengubah konten Al-Qur’an karena bertentangan dengan keyakinan dia, ini sudah hate speech. 

"Mestinya orang seperti ini memang diajak ngobrol, diskusi dengan tegas, dengan keras bahwa kalau ada sesuatu dalam Al-Qur’an yang bertentangan dengan keyakinan dia, keyakinan dia harus diubah. Karena Al-Qur’an sudah merupakan harga mati. Al-Quran sesuatu sudah hak. Ayat-ayatnya sudah jelas kebenarannya," sambungnya. 

Ia mengatakan, jikalau ada orang yang merasa bahwa ada ayat Al-Qur’an bertentangan dengan keinginan dia, Iwan mengatakan sebetulnya yang bermasalah adalah dia. Sebetulnya otaknya yang tidak nyampe memahami Al-Qur’an. Otaknya kemudian terlalu sempit memahami Al-Qur’an.

Menjamurnya Penistaan Agama 

Dia mengungkapkan penyebab menjamurnya aksi penistaan agama di zaman sekarang  karena sering kali orang-orang yang memiliki opini demikian mendapatkan privilege. Selain itu, juga kemudian dibela oleh sebagian kecil orang Islam dengan mengatakan ini freedom for speech. 

"Kemudian kita harus toleran terhadap perbedaan pendapat memang persoalannya ada orang-orang Islam segelintir yang mereka itu sok toleran, sok liberal, lalu mereka membela pemikiran yang malah menghujat agamanya sendiri sementara kalau ada orang Islam yang menyuarakan Islam kaffah, menyuarakan penegakan syariat, menyuarakan penegakkan khilafah itu dibenci luar biasa," urainya. 

Ia mengatakan, maraknya orang melakukan penistaan agama karena pertama problemnya satu di sistem demokrasi. 

"Kedua, ada privilege di negara ini yang tidak tertulis itu seperti memberikan privilege pada orang-orang yang menista agama Islam, dan ketiga, ada sekelompok kecil dari orang-orang Islam tetapi mereka di back up oleh media masa dan mereka kemudian sering kali menudingi orang-orang demikian," pungkasnya. [] Alfia Purwanti

0 Komentar