ODGJ Memilih, Sarat Kepentingan dan Rawan Kecurangan


MutiaraUmat.com -- Lebih dari 20.000 orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 di DKI Jakarta. Anggota Divisi Data dan Informasi KPU DKI Fahmi Zikrillah mengatakan, terdapat 22.871 ODGJ yang tersebar di semua wilayah Jakarta dan Kepulauan Seribu. Fahmi mengatakan Agar mereka tetap mendapatkan hak pilihnya, ODGJ itu akan didampingi keluarga saat nanti mendatangi tempat pemungutan suara (TPS). (Kompas, Rabu, 20/12/2023). 

Dalam sistem demokrasi memilih dalam pemilu bukanlah perkara sederhana. Memilih adalah untuk menentukan siapa orang yang layak menjadi pemimpin negara atau wakil rakyat selama lima tahun ke depan, siapa orang yang dipercaya bisa menyampaikan aspirasi rakyat, dan siapa yang mampu mengawal pemerintah dalam menjalankan perannya sebagai pelayan bagi umat.

Oleh karena itu memilih harus betul-betul dipastikan apakah orang yang dipilih memiliki pola kepemimpinan yang baik. Bisa dibayangkan bagaimana nasib bangsa ini jika wakil rakyat, apalagi pemimpin negeri dipilih oleh ODGJ.

ODGJ adalah orang-orang yang kehilangan fungsi akalnya sehingga dia tidak bisa memilih dengan benar, juga tidak mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Jadi memberikan hak pilih kepada mereka merupakan musibah besar karena menyerahkan masa depan bangsa kepada orang yang tidak memiliki kemampuan. Jangankan memilih mana yang baik bagi masa bangsa, mengetahui mana yang baik untuk dirinya saja mereka tidak bisa. Oleh karena itu tentunya aneh apabila ODGJ di berikan hak pilih, meski atas nama hak politik setiap warga.

Dalam sistem hari ini peraturan dan undang-undang bisa di buat dan di ubah sesuai kepentingan apalagi memiliki standar ganda dalam kebijakannya. Dalam kasus kriminalisasi sejumlah ustadz dan ulama pelakunya dianggap ODGJ dan di bebaskan dari sanksi atau hukum oleh negara, namun ketika pemilu suara ODGJ tersebut diambil. 

Mereka adalah orang-orang yang lemah dalam kemampuan akalnya, sehingga merekapun rawan untuk dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu demi meraih kekuasaan atau memenangkan pemilu.

Dengan kata lain melibatkan mereka dalam pemilu bisa membuka pintu kecurangan. Apalagi kekuasaan yang mereka dapatkan hanya untuk memperkaya diri bukan untuk mensejahterakan rakyat. Inilah tabiat sistem demokrasi yang menghalalkan segala cara demi meraih kekuasaan.

Pemilihan oleh rakyat secara langsung merupakan salah satu cara untuk memilih pemimpin negara atau wakil rakyat yang sudah ditetapkan, tentu haruslah yang berakal bukan ODGJ sebagaimana tujuan akal diciptakan untuk manusia.

Dalam Islam ODGJ diakui sebagai makhluk Allah yang wajib dipenuhi kebutuhannya namun tidak mendapatkan beban amanah. Rasulullah Saw dalam hadisnya yang menyampaikan, "Telah diangkat pena (beban hukum) dari tiga golongan: dari orang yang tidur hingga ia bangun, dari anak-anak hingga baligh,dari orang gila hingga ia sembuh." (HR Abu Dawud)

Berdasarkan hadis tersebut jelas sekali bahwa dalam Islam pembebanan taklif hukum berdasarkan kemampuan akalnya. Oleh karena itu mereka tidak dituntut untuk mengerjakan sesuatu diluar batas kemampuannya termasuk tidak diizinkan untuk memilih kepala negara atau wakil rakyat. Wallahu a'lam. []


Oleh: Sarlin, Amd. Kep.
Aktivis Muslimah

0 Komentar