Mimpi Zero Stunting dalam Sistem Kapitalisme

MutiaraUmat.com -- Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany, mengungkapkan adanya indikasi penyelewengan dana penanganan stunting di tingkat daerah. Sebelumnya, Jokowi juga mencatat bahwa dana stunting di suatu daerah ada yang digunakan untuk keperluan rapat dan perjalanan dinas.

Hasbullah menilai penyelewengan dana stunting tak lepas dari adanya perilaku korupsi di kalangan pejabat Indonesia, yang menjadi salah satu penyebab lambatnya penurunan prevalensi stunting. Ia juga menyebut ada daerah yang menyediakan menu yang tidak layak dalam program penanganan stunting.

Hasbullah mendesak pemerintah untuk merespons masalah ini secara serius, karena stunting akan mempengaruhi kualitas generasi di masa depan. Penguatan fungsi pengawasan dianggap penting agar pendanaan program-program stunting dapat sesuai sasaran (Beritasatu.com 01/12/2023).

Hampir senada dengan Hasbullah, anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo, juga menyarankan untuk peningkatan pengawasan serta melibatkan masyarakat dalam penanganan stunting. Rahmad menjelaskan, fenomena program stunting yang tak optimal karena pendekatannya asal ada proyek.
Pendekatan ini menurutnya hanya berorientasi pada penuntasan program kerja, tetapi nihil output atau hasil.

Adanya fenomena korupsi dan pendekatan proyek ini sangat mungkin terjadi dalam sistem kapitalisme yang berlaku dalam kehidupan saat ini. Apapun upaya yang dilakukan hanya berorientasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi, maka tidak heran bila korupsi atau membuat proyek asal-asalan pun dilakukan oleh pihak pemangku kebijakan maupun pelaksana di lapangan.

Sistem kehidupan kapitalisme, menghasilkan orang-orang yang memisahkan urusan dunia dengan urusan agama. Mereka melakukan segala upaya tanpa melihat bagaimana sebenarnya agama mengatur urusan tersebut. Tidak ada ketakutan melakukan hal-hal yang diharamkan agama. 

Maka tak heran bila pihak-pihak yang seharusnya paling bertanggungjawab menyelesaikan masalah stunting, justru melakukan hal-hal yang merugikan generasi. Padahal, Pemerintah juga memiliki misi Indonesia Emas 2045, sehingga gizi anak-anak harus dijamin.

Sebenarnya sistem Kapitalisme yang rusak itulah akar dari permasalahan stunting. Kapitalisme dengan sistem ekonominya, mengandung banyak hal yang tidak adil dimana pihak yang mempunyai modal (pemilik modal) dengan bebasnya berfoya-foya dengan keuntungan yang bukan mereka sendiri yang mengerjakannya.

Sedangkan masyarakat yang kurang mampu hanya menjadi buruh. Mereka yang memberikan keuntungan kepada pemilik modal hanya diberikan upah yang tidak sesuai dengan apa yang telah dia kerjakan, masyarakat yang kurang mampu hanya akan terus hidup dalam kesengsaraan yang mengakibatkan kemiskinan.

Sistem Ekonomi Islam menyelesaikan Masalah Stunting
Sistem ekonomi kapitalis tentu berbeda dengan sistem ekonomi Islam. Islam memandang bahwa seorang pemimpin adalah ra’yin (pengurus umat), sebagaimana nash berikut:
“Seorang imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya, ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Untuk itu, Khalifah bertanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya , termasuk kebutuhan akan makanan yang bergizi per individu. Pemenuhan kebutuhan ini dibarengi dengan kewajiban mencari nafkah bagi kaum laki-laki yang telah baligh.

Apabila seorang tidak memiliki harta, pekerjaan dan tidak memiliki keluarga yang menjadi tumpuannya maka negara/daulah Islam wajib menjaminnya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut:

                                      مَنْ تَرَكَ مَالًا فَلِلْوَرَثَ

“Barang siapa mati dengan meninggalkan harta, maka (harta tersebut) untuk ahli warisnya, dan barang siapa mati meninggalkan keluarga yang butuh santunan, maka akulah yang menjadi penanggungnya.”(HR. Muslim 3043).

Tanggungjawab penguasa tersebut bisa kita lihat dari kisah Umar yang bertanggung jawab melakukan berbagai usaha untuk membantu rakyatnya, termasuk mendistribusikan makanan dari Dar Ad-Daqeeq. Makanan dari institusi yang menangani kebutuhan logistik masyarakat tersebut, Umar bagikan sendiri untuk masyarakat yang membutuhkannya. Tak lupa Umar bin Khattab juga berdoa memohon pengampunan dan rizki dari Allah SWT, hingga akhirnya turun hujan dan mengakhiri bencana tersebut.

Selain itu, sistem ekonomi Islam berbeda dari sistem ekonomi kapitalis karena syariah Islam mencegah konsentrasi kekayaan hanya pada segelintir orang saja. Dengan begini akan teratasi kesenjangan sosial di tengah masyarakat. Islam mewajibkan negara untuk menghapuskan setiap peluang akumulasi kekayaan hanya pada kalangan tertentu. 

Sebagai kepala negara, Rasulullah Saw juga pernah membagikan harta rampasan Perang Badar hanya kepada kaum Muhajirin bukan kepada kaum Anshar, kecuali dua orang saja di antara mereka yang memang dhuafa. Hal ini dilakukan sebagai pelaksanaan perintah Allah SWT berikut:

           كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ…

“…supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (TQS al-Hasyr [59]: 7)

Dengan pengaturan ekonomi seperti diatas, negara Islam akan mampu memenuhi segala kebutuhan gizi rakyatnya sehingga masalah stunting bisa dituntaskan dan dicegah agar tidak muncul kasus baru. Wallahu'alam bishshowwab.[]

Oleh: Kamilah Azizah
(Aktivis Muslimah)

0 Komentar