Mencari Solusi dari Digitalisasi Selembar Kartu Sakti

MutiaraUmat.com -- Kamis (07/12/2023) Menteri ATR/Kepala BPN Hadi Tjahjanto memberikan jawaban mengenai adanya anggapan bahwa data sertifikat tanah elektronik mudah diretas. Hal itu diutarakannya saat memberikan Kuliah Umum kepada Taruna dan Taruni Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN), di Pendopo STPN, Sleman, menurutnya  "Memang semua itu (diretas) kemungkinan ada, tapi untuk sistem yang kami bangun, blockdata menuju ke blockchain, untuk meretas harus melewati beberapa barrier, beberapa pagar," jelas Hadi (Kompas.com 09/12/2023).

Sertifikat elektronik ini resmi diluncurkan pada Senin, 4 Desember 2023 oleh Pemerintah Pusat, sebagai upaya menekan konflik lahan. Sekretaris Provinsi Lampung, Fahrizal Darminto, mengatakan terdapat 3.125 sertifikat hasil kegiatan pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) dan redistribusi untuk masyarakat Lampung.

"Terobosan ini diharapkan dapat mengurangi konflik-konflik terkait tanah, khususnya mafia tanah," ujar Fahrizal, saat Penyerahan Sertifikat Tanah dan peluncuran Sertifikat Tanah Elektronik di Novotel Bandar Lampung. (Lampost.Co 04/12/2023)

Gagal Mengidentifikasi Masalah Salah Sambung Solusi

Gagasan pemerintah ini nyatanya belum bisa menjadi solusi. Kalau hanya berubah bentuk, beras pun bisa berubah menjadi nasi. Rasanya kurang nyambung jika digitalisasi e-sertifikat dikatakan sebagai solusi dari konflik agraria yang semakin masif di sekitar 3 tahun terakhir ini. 

Karena pada faktanya selembar sertifikat yang digadang-gadang sebagai surat berharga tak cukup sakti menghadapi kaum kapitalis berlisensi yang berafiliasi dengan oligarki.

Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria menyebutkan bahwa dalam kurun waktu 2020-2023 sekitar 105 konflik lahan warga terjadi imbas dari  Proyek Strategi Nasional (PSN). Dari pernyataan ini sudah bisa ditebak pola, alur dan jaringan pengalih fungsian lahan milik rakyat. Tentu saja mengejar target keuntungan sebesar-besarnya dengan mengesampingkan hajat rakyat. 
 
Jadi jelas peran E-sertifikat disini bukanlah solusi yang vital karena jerat kapitalisme lah yang seharusnya ditanggalkan karena sudah menyasar hak-hak dasar kemanusiaan.

Konflik Agraria saat ini terus bertambah, seolah tak ada habisnya. Hal ini di karenakan tidak adanya sistem kehidupan yang menjamin kebebasan dalam hal kepemilikan. 

Ada banyak kerugian yang dirasakan oleh rakyat baik itu pengusiran atau bahkan ancaman fisik. Belum lagi kehilangan lahan yang bisa jadi memutus mata pencaharian yang berakibat pada kesulitan ekonomi keluarga dan berimbas pada generasi muda yang  putus sekolah hingga menyebabkan kecerdasan generasi menjadi menurun sementara tingkat konsumtif semakin tinggi, bukan tidak mungkin mendorong orang berbuat nekat sehingga memilih pinjol dan judi online sebagai solusi yang dianggap paling mudah. Akhirnya masalah sosial di masyarakat semakin kompleks. Gambaran ini bukan tidak mungkin kan?

Inilah buah dari kelalaian mengidentifikasi masalah secara tidak peka dan mencari solusi terburu-buru. Tidak heran sebetulnya karena pada dasarnya tugas penguasa pada sistem saat ini adalah membuat regulasi yang hanya mengeluarkan kebijakan untuk rakyat dan penguasa. Maka di titik inilah ketidak seimbangan terjadi penguasa lebih condong kepada pengusaha bukannya kepada rakyat yang alasannya tentu saja karena lebih menguntungkan.

Tawaran Solusi Ada pada Islam
 
Lain lubuk lain ilalang, lain kapitalisme lain Islam. Bila persfektif kapitalisme menitikberatkan pada keuntungan penguasa, lain halnya dengan Islam yang lebih mengedepankan terwujudnya kemaslahatan untuk rakyatnya bukan pada pengusaha atau pemodal.

Mengapa demikian?  karena pada  sistem pemerintahan yang mengadopsi sistem sekuler termasuk di dalamnha faham kapitalis dan liberalisasi yang kesemuanya itu buah dari pola fikir manusia yang hanya berasaskan pada logika semata.

Konflik lahan ini termasuk permasalahan yang  kompleks tetapi solusi yang ditawarkan terlalu bias. Butuh manajemen konflik yang menyeluruh dan serempak untuk menyelsaikan konflik seperti ini karena menyangkut hajat hidup orang banyak dan kontinuitas.

Menariknya menejemen konflik yang kompleks ini justru ada pada Islam yang kemudian dikenal dengan syariat Islam. Dalam syariat Islam tahapan-tahapan pengidentifikasian, perumusan dan solusi pengambilan keputusan  tersusun secara sistematis dan tepat sasaran.

Karena hukum yang dipakai adalah Al-Qur'an dan As-sunnah yang jelas-jelas terintegrasi dengan keimanan setiap manusia. Sehingga sudah bisa disimpulkan bahwa Syariah Islam-lah yang mampu menegakan hukum setiap perkara dalam kehidupan manusia.

Dan Syariat Islam ini hanya akan hadir pada Daulah Islam. Dalam sistem pemerintahan inilah adanya jaminan perlindungan hak-hak dasar setiap individu dari mulai rakyat ,pengusaha maupun penguasa. Wallahu'alam bishshowwab.[]

Oleh: Elis Ummu Alana
(Aktivis Muslimah)

0 Komentar