Marak Kasus Bunuh Diri pada Anak, Bagaimana Islam Menyolusi?


MutiaraUmat.com -- Istilah mental health atau kesehatan mental beberapa tahun terakhir ini sedang tren. Ia menjadi isu yang banyak berseliweran di kalangan anak muda.

Patut menjadi perhatian karena banyak anak muda yang rentan mengalami gangguan kesehatan mental. Usia yang masih muda dan labil sehingga mudah sekali terbawa arus. Ketika menghadapi masalah, mental mereka menjadi rapuh. Bahkan, sampai menjadi depresi dan tak jarang berakhir dengan bunuh diri.

Dari sisi orang tua, tentu harus memberikan perhatian yang cukup kepada anak-anak. Pengawasan ekstra bahkan harus diterapkan di tengah maraknya pergaulan bebas dan media sosial. Namun, karena caranya kurang tepat, hal itu malah dianggap sebagai pengekangan hingga memengaruhi mental anak. Meskipun niat orang tua baik untuk menjauhkan anak dari pergaulan bebas, tetapi malah menimbulkan masalah lain.

Kasus terbaru ada seorang bocah berusia 10 tahun dari Kabupaten Pekalongan yang memilih untuk mengakhiri hidupnya. Usut punya usut bocah yang masih duduk di bangku sekolah dasar ini nekat bunuh diri setelah sang ibu menyita dan melarangnya untuk bermain HP. (detik.com, 23/11/2023)

Sungguh mirisnya kondisi anak muda di zaman sekarang yang banyak mendewakan gadget dalam kesehariannya. Walaupun gawai memiliki sisi positif, tetapi selalu ada sisi negatifnya. Apalagi di tangan anak-anak yang mentalnya belum stabil dan tertata dengan fondasi yang kuat, gawai bisa menjadi barang yang berbahaya. Anak-anak itu mudah sekali terpapar dengan berbagai konten negatif. Dari melihat tayangan dari HP, mereka bisa sampai mengikutinya. Tayangan-tayangan yang tidak semestinya itu memengaruhi mental mereka.

Kasus bunuh diri yang menimpa anak-anak mengalami peningkatan. KPAI mencatat bahwa selama bulan Januari hingga November 2023, terdapat 37 aduan kasus mengenai anak mengakhiri hidupnya. Kasus tersebut terjadi pada usia rawan, yakni kelas 5-6 SD, kelas 1 atau 2 SMP, dan kelas 1 atau 2 SMA. Kasus anak mengakhiri hidup menjadi penyebab kematian terbesar ketiga setelah kecelakaan di jalan raya dan karena penyakit. (kpai.go.id, 29/11/2023)

Sungguh jumlah yang tak sedikit. Masalah ini jelas sangat memprihatinkan. Anak-anak yang masih belia itu sampai melakukan bunuh diri. Entah apa saja yang telah meracuni pikiran mereka hingga tebersit pemikiran yang buruk seperti. Entah seberapa beratnya masalah yang dihadapi hingga mereka mengambil jalan pintas dengan mengakhiri hidupnya.


Sistem yang Buruk

Maraknya kasus seperti ini menunjukkan adanya kesalahan dalam tata kehidupan, baik dalam keluarga, masyarakat maupun negara. Keluarga sebagai lingkup terdekat bagi anak-anak harusnya menjadi tempat yang kondusif untuk mendidik mereka. Orang tua tidak hanya membesarkan anak-anaknya, tetapi juga memberikan pengarahan dan pendidikan. Orang tua juga berperan dalam menjaga tumbuh kembang mental anak ke arah yang sehat dan kuat. Ayah dan ibu saling bekerja sama membekali anak-anak dengan pendidikan yang benar sebelum mereka terjun ke dunia luar.

Kedekatan hubungan dengan orang tua bisa memengaruhi mental anak. Kondisi mental yang labil membuat mereka mudah terpengaruh oleh hal-hal yang buruk. Mereka yang kurang mendapat perhatian dan kasih sayang yang cukup dari orang tua sering kali lebih mudah terbawa arus. Mereka mencari pemenuhan perhatian di luar rumah. Sayangnya, yang datang malah hal-hal negatif sehingga mereka pun terjerumus padanya.

Kondisi tersebut makin diperparah dengan abainya pemerintah dalam masalah ini. Kurangnya perhatian pemerintah pada sistem pendidikan yang berkualitas jelas memengaruhi kondisi tumbuh kembang anak. Dengan sistem pendidikan yang tidak jelas, timbullah kesemerawutan pada proses berfikir dan bersikap anak. Sistem pendidikan yang sekuler telah menghasilkan generasi bermental rapuh dan mudah hancur tatkala mendapat masalah.


Solusi Islam

Fondasi akidah Islam yang kuat haruslah sudah tertanam pada diri anak-anak sebelum mereka mengenal dunia luar yang penuh dengan berbagai pemikiran asing. Tugas orang tua mengajarkan hal ini, bahkan sebelum anak-anak memasuki masa baligh. Sedari dini, anak mesti diarahkan untuk menjalani kehidupan di dunia sesuai dengan aturan yang benar. Bahwa hidup ini bukan asal menjalani saja tanpa aturan, tetapi haruslah berpatok pada aturan Sang Maha Pencipta yaitu Allah Ta'ala. Anak-anak diajarkan bahwa setiap perbuatan yang dipilihnya haruslah yang mampu menghadirkan ridha Allah di dalamnya.

Sebagai orang tua perlu harus mau untuk terus belajar karena menjadi panutan utama bagi anak-anaknya dalam bersikap dan berperilaku. Ketika orang tua memahamkan pada anak tentang makna hakiki kehidupan dan kebahagian serta tujuan hidup di dunia ini, maka anak juga akan belajar memahaminya. Bahwa yang terpenting dari segala hal adalah rida Allah. Dengan begitu, mereka akan meninggalkan hal-hal yang tidak berguna dan fokus mencari ridha Allah semata.

Tugas mendidik anak tidak hanya pada orang tua, tetapi ada peran penting negara dan masyarakat. Negara sebagai penanggung jawab urusan rakyat juga harus memperhatikan masalah pendidikan bagi anak. Negara akan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Pendidikan ini bertujuan mencetak anak-anak yang berkepribadian Islam. Mereka memiliki pola pikir dan pola sikap yang islami. Anak-anak itu tidak hanya pintar secara akademis, tetapi juga pribadi yang bertakwa. Mereka memiliki benteng akidah yang kuat sehingga tidak mudah terkena gangguan kesehatan seperti mental illness yang bisa mengarah pada depresi dan bunuh diri.

Peran negara dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat sangat penting. Tidak hanya kebutuhan perut yang diperhatikan, tetapi juga tentang pendidikan dan kesehatan. Negara benar-benar memperhatikan setiap urusan rakyatnya.
Inilah negara yang diperintah dengan aturan Islam. Ketika menerapkan Islam secara kaffah, maka kehidupan rakyat akan berada dalam keselamatan dan keberkahan.

Wallahu a’lam bishshawab. []


Oleh: Yuniarti Dwiningsih
(Aktivis Muslimah)

0 Komentar