Marak Bunuh Diri Anak, Ada Apa Ini?


MutiaraUmat.com -- Sungguh tragis! Seorang anak yang duduk di salah satu SD di Pekalongan, Jawa Tengah; AKA (10 tahun), menjadi sorotan publik karena memilih bunuh diri dengan gantung diri di kamarnya pada Rabu (22 November 2023) yang lalu. Diduga penyebabnya adalah karena ia merasa kecewa usai ditegur orang tuanya karena terus menerus bermain hp.¹
 
Menelusuri perkara ini, Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Diknas Dindikbud) Kabupaten Pekalongan, Ipung Sunaryo; mendatangi kediaman korban dan keluarga pada Kamis (23/11) (www.jawapos.com). Berdasarkan informasi yang didapatnya dari para guru korban di sekolah, korban tidak tampak pendiam dan murung sebagai indikasi keputusan bunuh diri, AKA justru dikenal sebagai anak ceria. Bahkan beberapa jam sebelum kejadian, saat masih di sekolah, AKA tampak asik bermain dengan teman-temannya. 
 
Kasus bunuh diri yang dilakukan anak, bukan kali ini saja. Bunuh diri anak sepanjang 2023 sudah ada 20 kejadian.² Angka ini 10% lebih tinggi dibanding tahun 2022 lalu. Perundungan menjadi faktor dominan alasan bunuh diri anak.³ Hal ini harus dituntaskan, mengingat usia anak pelaku bunuh diri masih belia. Apalagi bunuh diri saat ini menjadi marak di tengah masyarakat. Ada banyak hal yang perlu diperhatikan. Diantaranya apa yang menjadi penyebab bunuh diri, sumber anak mengetahui cara bunuh diri, dan kondisi mental anak-anak. 
 
Pembentukan generasi yang kuat dan tangguh, tentu menjadi tanggung jawab banyak pihak. Diantaranya keluarga, masyarakat, dan negara. Hanya saja dalam sistem sekuler kapitalisme, mengeliminasi peran ketiga pihak tersebut. Saat ini banyak keluarga mengawali rumah tangga tidak disertai kesiapan menjadi orang tua. Sehingga saat memiliki anak, tak ada gambaran yang jelas tentang karakter anak yang akan dibentuk, dan bagaimana upaya mewujudkannya.  
 
Tren orang tua bekerja, menggejala di masyarakat. Karena keluarga dipandang ideal ketika bisa memenuhi gaya hidup konsumtif ala kapitalis. Sehingga pendidikan yang seharusnya mampu membentuk kepribadian mulia pada anak dirumah, tidak sejalan sebagaimana mestinya. Di sisi lain, masyarakat yang terbentuk hari ini adalah masyarakat sekuler kapitalisme yang identik dengan sifat individualisnya. Mereka cenderung membiarkan kebiasaan-kebiasaan buruk yang biasa dilakukan anak saat ini. Seperti bermain hp hingga mengakses konten-konten yang tidak mengedukasi, bahkan merusak. Anak pun tumbuh menjadi individu yang liberal dan materialistis. 
 
Peran terbesar yang mempengaruhi tren bunuh diri pada anak adalah negara. Sebab negara adalah pihak yang mengatur jalannya sistem pendidikan negeri, dan mengatur media yang diakses masyarakatnya. Kurikulum pendidikan sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, sungguh telah menjauhkan generasi dari pemahaman aturan Allah. Hasilnya generasi terdidik dengan cara pandang kapitalisme sekularisme. 
 
Adapun media sangat berperan dalam mempengaruhi dan mendorong anak dalam melakukan tindakan bunuh diri. Dalam beberapa kasus, ada beberapa anak melihat cara-cara bunuh diri di internet, sebelum menerapkannya dalam kehidupan nyata. Hal ini membuktikan gagalnya negara dalam melakukan kontrol dan pengawasan media dalam menyebarkan informasi dan tontonan. Tidak ada tindakan tegas dari negara dalam melarang tayangan-tayangan bernuansa liberal, hedon, yang mempertontonkan kemaksiatan. Semua ini sangat berperan dalam pembentukan kesehatan mental anak. 
 
Kondisi ini sangat jauh berbeda dengan pembentukan generasi dalam sistem pemerintahan Islam yakni khilafah. Khilafah akan menjadikan aturan Islam sebagai satu-satunya sumber aturan dalam mengatur individu, masyarakat dan negara. Ketiga pilar ini wajib memperhatikan tumbuh kembang anak dan menjaga kekuatan mental anak. Tidak boleh ada satu pun pilar yang mengabaikan pembentukan generasi berkualitas, sebab generasi adalah kunci estafet pembentukan  peradaban. 
 
Keluarga akan menjalankan perannya dengan baik, yaitu mengasuh, menyayangi, dan mendidik anak sesuai dengan akidah Islam. Sehingga anak tidak akan kurang kasih sayang dan tumbuh menjadi pribadi yang bertakwa. Masyarakat juga menjalankan fungsi kontrol sosial, yaitu dengan aktivitas amar makruf nahi mungkar (berdakwah dan saling menasehati tentang Islam). Sehingga interaksi di tengah masyarakat akan diwarnai dengan kebiasaan yang baik. 
 
Selain itu, khilafah menerapkan sistem pendidikan Islam yang berasaskan akidah Islam. Tujuan dari kurikulumnya dibangun atas asas tersebut, sehingga anak dicetak agar berkepribadian Islam (pola pikir dan pola sikapnya Islami), menguasai tsaqofah (ilmu) Islam, dan mumpuni dalam iptek.
 
Khilafah juga akan mengelola media sosial, sehingga informasi yang beredar di masyarakat adalah perkara dakwah dan kebaikan. Informasi tentang bunuh diri dan segala yang melanggar syariat, tidak akan dibiarkan tayang. Dengan demikian, paradigma generasi penerus akan selalu tersuasanakan dalam kondisi takwa. Generasi penerus akan paham jati dirinya sebagai hamba. Ia akan beramal sesuai dengan syariat, karena paham bahwa segala hal yang ia lakukan di dunia, akan dipertanggungjawabkan di hari akhir kelak. Mereka akan tumbuh individu yang bersyukur atas kehidupan yang diberikan oleh Allah SWT, sehingga tidak terbersit untuk melakukan aktivitas bunuh diri, apalagi bunuh diri merupakan dosa besar yang akan diganjar siksa oleh Allah SWT. 
 
Hanya khilafah yang mampu membentuk generasi bermental kuat, atas dorongan shahih (kebenaran hakiki) yakni berdasarkan akidah Islam.
 
Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Irawati Tri Kurnia
Aktivis Muslimah
 
Catatan:
(1)      https://www.detik.com/jateng/berita/d-7051819/miris-bocah-sd-di-pekalongan-gantung-diri-usai-dilarang-main-hp
(2)      https://www.rri.co.id/pusat-pemberitaan/nasional/439159/sebanyak-20-kasus-bunuh-diri-anak-tahun-ini
(3)      https://www.kompas.id/baca/metro/2023/09/28/kasus-bunuh-diri-anak-meningkat-akibat-pembulian
 
 

0 Komentar