Ketua BEM UGM Mendapat Intimidasi setelah Kritik Presiden, IJM: Terus Bersuara Kawan, Jangan Takut!


MutiaraUmat.com -- Ketua BEM Universitas Gajah Mada (UGM) Gielbran M. Noor mendapat intimidasi setelah mengkritik Presiden Joko Widodo, menyikapi hal itu Direktur Indonesian Justice Monitor Agung Wisnuwardana menegaskan terus bersuara kawan jangan takut.

“Terus bersuara kawan jangan takut intimidasi, terus kritis lakukan muhasabah dan pijakan-pijakan yang saat ini cenderung pada kapitalisme liberal,” ujarnya di kanal YouTube Justice Monitor. Jum’at (22/12/2023).

Sebelumnya menurut Agung, Ketua BEM Universitas Gajah Mada (UGM) Gielbran M. Noor menobatkan Presiden Joko Widodo sebagai alumnus terburuk. Sehingga menurutnya, Gielbran medapat perlakuan intimidasi.

Agung menilai, perlakuan tersebut menunjukkan negeri ini sedang tidak baik-baik saja. Menurutnya, selain oknum aparat yang coba mendatangi keluarganya. Intimidasi juga diterima Gilbran di media sosial melalui buzzer-buzzer. 

“Bahkan dirinya mendapatkan kabar ada oknum intel yang mendatangi Fakultas Peternakan UGM, untuk meminta biodata sebagai indikasi pembungkaman lewat intimidasi terhadap pihak-pihak yang mengkritik pemerintah,” ujarnya.

Menurutnya, intimidasi itu bukan hambatan untuk terus mengkritik pemerintah dan berbagai kebijakannya. Atas kasus tersebut, menurut Agung sejumlah pihak menilai bahwa pemerintah di era Joko Widodo tidak suka dikritik, dimana lebih mementingkan pembangunan.

“Yang jelas segala bentuk intimidasi dan teror yang dilakukan oleh unsur negara kepada berbagai pihak yang kritis harus dikecam. Biarkan masyarakat menyuarakan aspirasi mereka ruang kritik dalam kerangka check and balance seharusnya terbuka luas,” tegasnya.

Agung pun menjelaskan, Intimidasi dan teror yang menimpa Gielbran dinilai sangat berbahaya bagi negara, serta hanya akan terus menggerus hak-hak bersuara, mengkritisi kebijakan penguasa atas intimidasi yang terjadi. semua pihak segera mengambil tindakan, hentikan segala bentuk teror dan intimidasi 

“Negeri ini adalah negeri hukum bukan negara kekuasaan, seharusnya ruang muhasabah pada penguasa termasuk kebijakannya dibuka sebagai suara kritis untuk memperbaiki kondisi yang ada,” tutupnya. [] Aslan La Asamu

0 Komentar