MutiaraUmat.com -- Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia usai digelar di Indonesia, Hakordia beberapa hari lalu menyusung tema "Sinergi Berantas Korupsi, Untuk Indonesia Maju". Adapun ketua panitia Hakordia 2023 menyebutkan bahwa "Harus ada sinergi di antara penegak hukum, dan lapisan-lapisan elemen masyarakat untuk menyadari pemberantasan korupsi yang tidak bisa dilakukan oleh sepihak saja" tuturnya. Peringatan Hakordia tersebut digelar di Istora, Senaya, Jakarta Pusat 12/12/2023 (Kompas.com)
Bersamaan dengan hal tersebut terkuak kasus bahwa ketua KPK nonaktif, Fihri Bahuri, ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. Dengan dugaan pemerasan atau gratifikasi terkait kasus korupsi di Kementerian Pertanian serta dugaan atas kepemilikan rumah mewah di Kertanegara, Jakarta Selatan (tirto.co.id). Pun akhir-akhir ini tingkat dinamika kepercayaan publik kian merosot terhadap badan KPK yang ditunjukkan oleh survei Indikator Politik Indonesia (IPI) pada bulan Mei tahun kemarin.
Nihil Pemberantasan Korupsi dalam Sistem Saat Ini
Semakin marak kasus-kasus korupsi yang para pelakunya tak lain dan tak bukan adalah pejabat negara sendiri, yang telah berjanji untuk amanah terhadap kekuasaannya. Namun, apalah daya janji tinggallah janji, realisasi pun hanya sekedar mimpi belaka. Sungguh sulit kiranya memberantas mereka dalam sistem saat ini. Setiap dari mereka ada di sudut-sudut jabatan yang mereka kuasai. Tampaklah rusak sistem yang mengatur kehidupan, ada banyak faktor yang dilahirkan dalam penerapannya.
Pertama, dari segi asas yang dibentuk yakni sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan, muncullah para individu atau pejabat yang tidak ada rasa takutnya terhadap pencipta dalam setiap aktivitas yang dilakukan. Ajaran agama dibuang dalam kehidupan. Padahal agama adalah petunjuk dalam menjalankan kehidupan. Alih-alih mengambil kekuasaan karena mau mengurus umat tetapi hanya demi kepentingan dan keuntungan semata.
Kedua, sistem demokrasi yang memakai biaya besar alias mahal. Adanya politik transaksional, pemberian modal besar bagi para caleg oleh pemilik modal untuk mensponsori kontestannya. Alhasil, kedua hubungan kepentingan tersebut tertuliskan dalam kertas kebijakan yang menguntungkan bagi mereka dan menelantarkan kepentingan masyarakat.
Ketiga, sanksi bagi koruptor yang tidak memberi efek jera. Menurut riset Indonesia Corruption Watch (ICW) koruptor hanya dihukum dua tahun penjara, itupun notabenenya masih mewah dengan fasilitas yang memadai, hukuman mati pun sekedar wacana karena terlindungi oleh HAM. Walhasil membawa petaka dengan semakin merajalelanya penggaung kekuasaan yang tak amanah.
Sungguh mustahil mengharapkan pembasmi koruptor dalam sistem saat ini, nyatanya peringatan Hokardia hanya sekedar seremonial sahaja. Ngawur, malah ketua KPK sendiri yang jadi tersangka atau pelakon di balik kasus korupsi, apalagi bawahan lainnya, sudah tak terbayang ujung setiap distribusi kekayaan rakyat. Seyogianya sistem saat ini membentuk karakter para penguasa dan politisi haus kekuasaan demi kepuasan pribadi dan kelompok bukan rakyat.
Pemberantasan Korupsi dalam Islam
Menjadikan Islam sebagai qiyadah fikriyah yang berasaskan akidah Islam akan membangkitkan umat dalam menjalani aktivitasnya senantiasa dikaitkan dengan kehidupan setelahnya bukan hanya sekadar untuk hidup di dunia semata. Asas Islam ini bertujuan membentuk generasi bersyakhsiyah Islam yang terwujud dalam pola pikir dan pola sikapnya dalam naungan sistem yang mendukung perubahan secara sistemik mulai dari aspek terkecil seperti keluarga hingga negara. Para politisi negara akan senantiasa menjalankan amanah sebagai wujud ketaatan dan ketakwaan. Sebab jikalau tidak akan membawa ketimpangan dalam kebijakannya.
Kepemimpinan dalam Islam adalah kepemimpinan tunggal yang dipimpin oleh seorang saja yakni sang khalifah dan sistemnya tidak memakai biaya yang mahal. Pejabat Negara dalam Islam pun diangkat oleh sang khalifah sehingga tidak ada persekongkolan dengan pihak lain yang bisa menyokong biaya bagi para Caleg. Parpol dalam Islam berperan sebagai pengontrol penguasa atau pengoreksi yang melakukan amar makruf nahi mungkar.
Sanksi dalam Islam bagi para koruptor akan disesuaikan dengan besarnya kejahatan yang dilakukan. Sanksi tersebut termasuk hukum takzir yang ditetapkan oleh khalifah berdasarkan ijtihad hukum syariat Islam. Mulai dari hukuman yang ringan hingga hukuman mati, sebab hukum dalam Islam berfungsi sebagai pencegah dan memberi efek jera bagi pelaku kriminalitas yang tidak memandang bulu, entah itu penguasa maupun rakyat biasa. Pun terkait suap dalam Islam melarang pejabat untuk mengambilnya, mereka akan digaji oleh negara untuk memenuhi kebutuhannya. Sehingga tidak ada celah bagi mereka untuk mengantongi kekayaan rakyat demi dan meraup keuntungan.
Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang menjadi pegawai kami dan sudah kami beri gaji, maka apa saja ia ambil diluar itu adalah harta yang curang" (HR. Abu Dawud).
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Reskidayanti
Aktivis Muslimah
0 Komentar