Ilusi Hak Asasi Manusia

MutiaraUmat.com -- Tanggal 10 Desember ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)  sebagai peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM). Saat itu PBB mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights/UDHR). Seluruh negara memperingati hari penting tersebut, termasuk Indonesia.

Meskipun peringatan dilakukan setiap tahun, kasus kejahatan terhadap kemanusiaan dan penegakan hukum di seluruh dunia dinilai masih jauh panggang dari api.

Ini terbukti nyata dengan apa yang terjadi di Gaza Palestina, HAM tidak berlaku sama sekali di sana. PBB dan para pemimpin negara-negara maju bahkan negara-negara Arab diam seribu bahasa dalam menyaksikan tragedi kemanusiaan di sana. Padahal sudah sangat kasat mata genoside terjadi di Gaza Palestina.

Berbeda halnya ketika menghadapi kasus pelecehan terhadap LGBT, PBB dan negara-negara sekutu, mereka begitu cepatnya merespon dengan mengatasnamakan HAM.

Apa artinya HAM, jika yang dibela selalu yang menguntungkan bagi negara-negara yang memiliki hak veto? Apakah mereka tidak bisa membedakan mana  kejahatan dan mana kebaikan? Apakah mereka tidak bisa membedakan mana yang sesuai dengan fitrah manusia dan mana yang bukan? Jangan-jangan sudah mati mata hati mereka karena sudah ditutupi oleh keserakahan duniawi sehingga hilang naluri kemanusiaannya.

Atau memang PBB bukan tempat untuk meminta solusi bagi permasalahan dunia saat ini? Karena telah sekian banyak kejahatan kemanusiaan dari mulai genoside di Palestina, pengusiran Muslim Rohingya di Myanmar, genoside di Uighur hingga diskriminasi terhadap umat Islam di hampir seluruh penjuru dunia tapi PBB sama sekali tak bisa memberikan solusi.

Hakikat HAM

Sejatinya HAM bukan dari Islam tetapi merupakan ide yang lahir dari sistem demokrasi yang memang menghasilkan kehidupan yang jauh dari tuntunan agama, sehingga HAM terlihat manis tapi ternyata racun yang amat mematikan.

HAM ini lahir bukan dalam rangka membela manusia tanpa memandang suku dan agama tapi dia merupakan senjata para penjajah dalam membungkam lawan politiknya.

HAM akan digunakan ketika kepentingan kafir penjajah terusik tetapi HAM akan hilang jika itu menyangkut kaum muslim. Dan fakta ini telah nyata-nyata di depan mata saat ini.

Oleh karena itu, jika kaum muslim masih mengharapkan solusi dari HAM itu sama saja menyerahkan diri untuk senantiasa dijajah. 

Islam Solusi bagi Umat Manusia

Sudah saatnya umat Islam kembali kepada solusi hakiki yaitu kembali pada perintah Allah SWT untuk bersatu dalam naungan institusi yang menerapkan syariat Islam sehingga segala solusi yang dihadapi akan bisa terurai.

Termasuk permasalahan genoside yang dilakukan oleh zionis Yahudi terhadap rakyat Palestina, ini akan dengan mudah dihentikan jika ada Khalifah, karena Khalifah akan segera mengirimkan pasukannya untuk menghancurkan dan menindak tegas zionis Yahudi sehingga kebiadaban mereka bisa dihentikan.

Begitu pula seluruh permasalahan yang terjadi di dunia saat ini akan bisa segera terurai oleh Islam karena Islam memiliki solusi tuntas. Maka, tidak ada pilihan lain bagi umat Islam selain segera bersatu dalam sebuah institusi negara yang nantinya akan mampu melawan negara adidaya (Amerika) yang sampai saat ini masih mencengkeram negeri-negeri muslim.

Kejahatan yang dilakukan oleh sebuah negara adidaya hanya bisa dihadapi dan dilawan dengan sebuah negara adidaya pula. Umat Islam seluruh dunia jika mereka bersatu dalam satu institusi negara maka akan menjadi negara adidaya yang bisa melawan negara Amerika.

Oleh karena itu solusi satu-satunya untuk mengurai seluruh permasalahan baik yang menimpa umat Islam khususnya dan dunia pada umumnya hanya bisa diselesaikan dengan sebuah negara yang bisa menerapkan Syariat Islam secara Kaffah. Dan yang bisa menerapkan itu adalah Khilafah Islamiyah.

Jika umat Islam ingin terlepas dari semua penderitaan ini, tak ada pilhan lain selain meninggalkan ide HAM dan tidak lagi menjadikan sebagai standar dalam menilai sesuatu karena umat Islam tak butuh HAM. Umat Islam hanya butuh bersatu dalam naungan Khilafah yang nanti akan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

Oleh: Emmy Emmalya
(Analis Mutiara Umat Institute)

0 Komentar