Haruskah Menandatangani UNHCR Terlebih Dahulu Baru Pengungsi Rohingya Bisa Diterima?


MutiaraUmat.com -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang saat ini menjadi cawapres nomor urut 3 dalam pilpres 2024, menilai Indonesia bisa saja mengusir pengungsi Rohingya dan pergi ke negara lain. Sebab, menurutnya berdasarkan konvensi PBB, negara yang wajib melindungi pengungsi Rohingya adalah negara yang telah menandatangani United Nations High Commisioner For Refugees (UNHCR). Sementara Indonesia tidak ada menandatanganinya. (Kompas.com, 14 Desember 2023).

Sebagai seorang Muslim dan Indonesia adalah negeri yang mayoritas penduduknya Muslim. Tentu pernyataan ini sangat memilukan dan menyayat hati. Sebab, sejatinya sesama Muslim itu bersaudara. Dan Islam telah memerintahkan untuk menolong sesama saudaranya, jika saudara seagamanya ditimpa kesengsaraan atau kezhaliman. 

Rasulullah bersabda: "Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Dia tidak menzhalimi dan tidak membiarkan saudaranya itu untuk disakiti. Siapa saja yang membantu kebutuhan saudaranya, maka Allah akan membantu kebutuhannya. Siapa saja menghilangkan satu kesusahan seorang Muslim, Allah akan menghilangkan satu kesusahan bagi dirinya dari kesusahan kesusahan di hari kiamat. Siapa saja menutupi aib seorang Muslim maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat. (HR. Al-Bukhori).

Seharusnya, Indonesia sebagai negeri mayoritas Muslim yang juga pemimpinnya seorang Muslim, tidak boleh membiarkan saudaranya Muslim Rohingya terzhalimi sekian lama di negerinya (Myanmar). Seharusnya, dari dulu Indonesia mengambil tindakan penyelamatan warga Rohingya dengan memberikan sanksi yang tegas kepada pemerintahan Myanmar yang telah melakukan genosida terhadap Muslim Rohingya. Atau mengerahkan pasukan militer Muslim untuk memerangi pemerintahan Myanmar. 

Kebiadaban yang dilakukan oleh pemerintahan Myanmar bersama militernya terhadap Muslim Rohingya sudah sangat keterlaluan. Selain tidak memberikan status kependudukan kepada etnis Muslim Rohingya. Mereka juga telah memperkosa muslimahnya, tidak dibolehkannya melakukan ibadah sebagaimana layaknya seorang Muslim, dipaksa untuk murtad dengan mengikrarkan keyakinan-keyakinan agama Budha. Jika tidak mau murtad, mereka akan dibakar hidup-hidup beserta rumah mereka.

Mereka juga dipaksa untuk memakan dan meminum yang diharamkan oleh Islam, seperti khamar dan babi. Dan untuk memastikan semuanya itu militer Myanmar tinggal bersama di rumah-rumah penduduk Muslim Rohingya tersebut. (News. Okezone.com, 26 Juli 2012)

Namun, usaha penyelamatan itu tidak dilakukan oleh pemerintahan Indonesia. Pastinya, alasannya karena Indonesia bukan negara Islam yang harus membebaskan negeri yang tertindas. Serta, karena Indonesia sedang menerapkan konsep nasionalisme, yang tidak boleh malampaui batas-batas nasionalisme. Urusan Rohingya adalah urusan negaranya. Sementara Indonesia tidak boleh ikut campur dengan urusan negara orang lain.

Padahal nasionalisme adalah salah satu jenis ashabiyah yang diharamkan oleh Islam. Status kematian orang yang memiliki pemahaman ashabiyah seperti kematian jahiliyah dan orang yang bangga dengan ashabiyah-nya diumpamakan seperti menggigit kemaluan bapaknya sendiri.

"Siapa saja yang terbunuh di bawah panji buta (ashabiyah), marah karena ashabiyah, menolong karena ashabiyah dan menyerukan ashabiyah, maka dia mati seperti mati jahiliyah". (HR. Baihaqi)

"Siapa saja yang berbangga dengan kebanggaan jahiliyah (ashabiyah) maka suruhlah dia menggigit kemaluan bapaknya dan jangan kalian merasa malu (untuk menyatakan demikian)". (HR. An-Nasa'i)

Karena itu, setidaknya ketika Muslim Rohingya sampai ke Indonesia janganlah ditolak, apalagi boleh dibantai dengan alasan Indonesia tidak termasuk anggota UNHCR. Setelah sekian lama mereka berada di lautan berbulan-bulan menjadi 'manusia perahu', terombang-ambing tak tentu arah. Tidak ada yang bisa dimakan selama dilautan. Sehingga selama diperjalanan dalam mencari suaka pun jumlah mereka selalu berkurang, akibat mati kelaparan. 

Sebelum ke Indonesia mereka sempat menjadi pengungsi dibeberapa negara namun juga tidak diterima. Mereka diusir karena agama (Islam). Sehingga, mereka keluar dari negerinya untuk menyelamatkan jiwa dan akidah (agama) mereka,. Kemudian terdamparlah mereka di Indonesia dan kemudian meminta suaka. Karena itu pemerintah dan kaum Muslim Indonesia tidak boleh menolak kedatangan mereka. Bahkan wajib untuk menolong mereka.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Anfal ayat 72 yang artinya: "Jika mereka meminta pertolongan kepada kalian dalam urusan pembelaan agama maka kalian wajib memberikan pertolongan". (TQS. Al Anfal ayat 72)

Ayat ini dengan jelas memerintahkan kepada seluruh kaum Muslim termasuk Muslim Indonesia untuk menolong saudara mereka yang membutuhkan pertolongan terutama terkait dengan perkara agama. Berarti ada dosa jika kaum Muslim Indonesia tidak mau menolong mereka, apalagi menolak kedatangan mereka. Menyuruh mereka berlayar kembali atau dikembalikan ke negeri yang telah membantai dan mengusir mereka, serta memurtadkan mereka. Dengan alasan Indonesia tidak menandatangani kesepakatan UNHCR. Sehingga mereka boleh dibantai/dihabisi, karena dianggap sebagai imigran gelap.

Lebih tegas lagi Rasulullah Saw menyatakan bahwa, kesempurnaan iman seorang Muslim hanya dapat diraih dengan mencintai saudara seagama sebagimana ia mencintai dirinya sendiri. "Tidak sempurna iman salah seorang diantara kalian, hingga ia mencintai saudaranya seperti apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri." (HR. Bukhari dan Muslim).

Mirisnya karena adanya sentimen nasionalisme ini membuat kaum Muslim enggan untuk menolong saudara seagama mereka. Hilang sudah rasa persaudaraan sesama Muslim dan yang ditumbuhkan adalah persaudaraan sebangsa dan setanah air (wathaniyah) yang juga merupakan salah satu jenis bashabiyah.

Untuk menyelesaikan masalah Rohingya, kaum Muslim wajib mencampakkan faham nasionalisme ini serta mewujudkan perisai umat yaitu khilafah. Sebab, khilafah yang dipimpin oleh seorang khalifah akan membebaskan Muslim Rohingya dari penindasan pemerintahan Myanmar dengan menyerukan jihad fisabilillah untuk menyelamatkan Rohingya dari kebiadaban pemerintahan Myanmar. Hingga warga Rohingya mendapatkan kembali hak kependudukan dinegerinya. Dan pastinya tidak akan menjadi beban lagi bagi warga Muslim yang lain termasuk Indonesia.

"Sesungguhnya imam (khalifah) adalah perisai, orang-orang berperang di belakangnya menjadikan dia sebagai pelindung". (HR Muslim). Wallahu a'lam bishshowab.[]

Oleh. Fadhilah Fitri, S.Pd.I
Analisis Mutiara Umat Institute

0 Komentar