Fenomena Bunuh Diri pada Anak, Buah Penerapan Kapitalisme Sekuler

MutiaraUmat.com -- Belum hilang dari ingatan tentang kisah tragis seorang anak periang di SDN 06 Petukangan yang diduga bunuh diri pada September lalu, media massa kembali dihebohkan dengan kasus bunuh diri bocah usia 10 tahun.

Dilansir dari Detik.com (28/11/2023), seorang bocah di Kecamatan Doro, Kabupaten Pekalongan, nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri. Korban ditemukan sudah tidak bernyawa di dalam kamarnya, Rabu (22/11). Aksi nekad bocah SD itu diduga dipicu karena dilarang bermain HP oleh orangtuanya. 

Maraknya kasus bunuh diri di Indonesia yang terjadi belakangan ini merupakan problem serius generasi. Yang lebih disayangkan nyatanya kasus bunuh diri ini tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa saja, melainkan juga dilakukan oleh anak di bawah umur.

Kasus bunuh diri anak yang terjadi di beberapa wilayah sudah seharusnya menjadi perhatian masyarakat dan pemerintah. KPAI mencatat ada 11 peristiwa anak mengakhiri hidup, dengan 12 korban sepanjang 2023. Tujuh anak yang menjadi korban berada dalam rentang usia 15-17 tahun, dan salah satu peristiwa menelan dua korban.

Manurut KPAI terdapat sejumlah faktor yang menjadi penyebab anak mengakhiri hidup, termasuk penelantaran, kesehatan mental, pelecehan fisik, perundungan, dan tekanan faktor ekonomi.

Buah Penerapan Kapitalis Sekuler

Mirisnya faktor-faktor di atas merupakan situasi yang biasa kita jumpai dalam kehidupan saat ini, hal tersebut disebabkan karena salahnya penerapan sistem kehidupan yang ada. Meningkatnya kasus bunuh diri menunjukkan ada kesalahan dalam tata kehidupan, baik dalam keluarga, masyarakat maupun negara. 

Itu semua adalah buah dari penerapan sistem kehidupan kapitalis-sekuler. Sistem ini telah menjadikan individu lemah dan rapuh, sehingga membuat seseorang baik dewasa maupun anak-anak mudah depresi dan bertindak semaunya, disebabkan jauhnya pemahaman agama yang seharusnya menjadi benteng seseorang untuk melakukan hal-hal yang bisa menjerumuskan nya pada keburukan.

Selain itu lingkungan (baik keluarga, sekolah maupun masyarakat) yang terbentuk dalam sistem ini juga adalah masyarakat yang sekuler yang menerapkan asas liberalisme-materialis, lingkungan dalam sistem kapitalis-sekuler tak mampu mewujudkan anak yang memiliki pemahaman mulia karena hanya berfokus pada individual semata.

Alih-alih melakukan aktifitas amar makruf nahi munkar justru faktanya lingkungan saat ini membiarkan kebiasaan-kebiasaan buruk yang dilakukan oleh anak seperti bermain HP bahkan mengakses konten-konten yang merusak. 

Meningkatnya kasus bunuh diri anak tak bisa dilepaskan dari peran penting negara yang seharusnya berfungsi sebagai pelindung rakyat. Nyatanya negara kapitalis gagal memberikan kesejahteraan dan keamanan. Negara dalam sistem kapitalis juga gagal menjamin akal dan jiwa rakyatnya.

Abainya negara kapitalis-sekuler pada tumbuh kembang dan kekuatan mental anak terlihat dari pendidikan sekuler saat ini yang jelas-jelas mengabaikan peran agama dalam pembentukan karakter generasi. Selain itu negara juga tak mampu melindungi rakyatnya dari konten-konten media yang bisa menginspirasi rakyatnya dari tindak kriminal termasuk konten-konten yang mengajarkan cara untuk melakukan bunuh diri.

Selamatkan Generasi dengan Syariat dan Khilafah

Kondisi di atas berbanding terbalik dengan sistem negara yang menjadikan syariat Islam sebagai asasnya. Negara dalam Islam atau Khilafah akan menjadikan Syariat Islam sebagai satu-satunya sumber hukum yang mengatur individu, masyarakat maupun negara.

Ketiga pilar tersebut wajib memperhatikan tumbuh kembang anak dan menjaga kekuatan mental anak. Tidak boleh ada satu pilar pun yang mengabaikan pembentukan generasi berkualitas sebab generasi adalah estafet peradaban. 

Keluarga akan menjalankan perannya dengan baik yakni memberikan pengasuhan, kasih sayang dan pendidikan sehingga anak tidak kekurangan kasih sayang dan tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan bertakwa.

Selain itu masyarakat juga akan melakukan aktifitas amar makruf nahi munkar, sehingga tidak ada pembiaran dalam hal kemaksiatan di tengah masyarakat, yang ada hanyalah saling menasihati dengan nasihat yang baik. 

Di sisi lain negara Khilafah juga akan memberikan pendidikan berkualitas dengan kurikulum yang berasaskan ideologi Islam. Yang outputnya akan melahirkan generasi hebat yang memiliki kepribadian mulia, bertsaqofah Islam, dan mumpuni dalam iptek.

Negara Khilafah juga akan melakukan pengawasan dan pengontrolan terhadap media, sehingga informasi yang beredar di tengah masyarakat adalah perkara dakwah dan kebaikan. Akses konten-konten keburukan atau yang bisa menginspirasi pada tindak bunuh diri tentu akan dilarang.

Dengan begitu generasi akan tersuasanakan dengan takwa, dan menjadi pribadi berkarakter Islam yang paham eksistensinya di dunia ini adalah untuk beribadah kepada Allah dan segala sesuatu yang ia lakukan di dunia kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan-Nya.

Dengan begitu generasi ini adalah generasi yang akan selalu bersyukur dan memanfatkan kehidupan dunia untuk meraih kehidupan bahagia di akhirat. Hal ini tentu hanya akan terwujud dalam sistem yang shohih yakni sistem Islam. Wallahu a'lam bishshawab.[]

Oleh: Wiwit Irma Dewi, S.Sos.I
(Pemerhati Media dan Sosial) 

0 Komentar