Bahan Pangan Mahal di Negeri Agraris

MutiaraUmat.com -- Harga komoditas pangan di pasaran  seluruh wilayah nusantara  naik, dibandingkan hari sebelumnya. Hal ini tentu meresahkan rakyat dan  menghantui adanya krisis pangan. 

Biasanya harga komoditas pangan naik secara rutin mendekati natal dan tahun baru, saat ini  Natal dan tahun baru masih lama, akan tetapi harga komoditas pangan sudah naik duluan, Bagaimana jika mendekati natal dan tahun baru?

Merujuk data panel Harga Badan Pangan Nasional (Bapanas), Selasa (28/11/2023) bahwa harga beras premium masih tinggi bahkan kembali naik 1,40% dari hari sebelumnya menjadi Rp15.180 per kilogram. Angka tersebut masih di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah untuk beras premium, yakni Rp13.900-Rp14.800 per kilogram. Harga beras medium mulai bergerak turun ke Rp13.110 per kilogram. Meski harga beras medium mulai sedikit menurun namun masih di atas HET sebesar Rp10.900-Rp11.800 per kilogram. 

Kenaikan harga juga terjadi pada komoditas kedelai biji kering impor dan berbagai jenis bawang.Harga kedelai biji kering impor naik 1,50% menjadi Rp13.560 per kilogram, bawang merah naik 0,76% menjadi Rp29.160 per kilogram, dan bawang putih bonggol naik 2,25% menjadi Rp36.420 per kilogram. 

Tak hanya itu,harga daging ayam ras juga naik 1,0% menjadi Rp34.510 per kilogram, telur ayam ras naik 2,98% menjadi Rp29.040 per kilogram, dan gula konsumsi naik 1,0% menjadi Rp17.220 per kilogram. Minyak goreng kemasan sederhana naik menjadi Rp17.770 per liter, tepung terigu curah naik menjadi Rp11.120 per kilogram, dan minyak goreng curah naik sebesar 0,55% menjadi Rp14.740 per kilogram (Bisnis.com,28/11/2023).

Apabila dibandingkan setahun yang lalu, berdasarkan catatan Kemendag perbandingan harga bahan pangan pokok tanggal 24 November 2022 vs 24 November 2023; beras medium naik 24,77% dari Rp10.900 ke Rp13.600 per kg, beras premium naik 17,83% dari Rp12.900 ke Rp15.200 per kg, gula konsumsi naik 18,88% dari Rp14.300 ke Rp17.000 per kg, cabai merah keriting naik 97,36% dari Rp34.100 ke Rp67.300 per kg, cabai rawit merah naik 79,25% dari Rp47.700 ke Rp85.500 per kg, bawang putih Honan naik 41,86% dari Rp25.800 ke Rp36.600 per kg.

Mencari Akar Masalah Harga Pangan Mahal

Mahalnya harga pangan tentu merupakan persoalan serius bagi Negara. Pasalnya pangan adalah kebutuhan dasar masyarakat yang harus terpenuhi. Pemerintah pun mengklaim mahalnya harga pangan imbas fenomena cuaca El Nino yang mempengaruhi hasil panen secara luas di seluruh dunia, khususnya Indonesia. Kemarau panjang menjadikan produktivitas tidak optimal dan akhirnya stok menurun.

Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa salah satu penyebab harga beras naik dan tercatat sebagai situasi inflasi beras terparah sejak lima tahun terakhir di Indonesia adalah keadaan negara-negara pengekspor bahan pangan mengambil tindakan drastic, dengan menghentikan kebijakan ekspor berbagai bahan pangan, termasuk beras (Liputan6.com, 05/10/2023).

Namun menurut Yeka Hendra Fatika (Anggota Ombudsman RI), bahwa permasalahan iklim sebenarnya tidak terlalu berdampak signifikan terhadap kenaikan harga beras. Menurutnya, meskipun di suatu daerah ada yang mengalami penurunan produksi bahan pangan akibat kekeringan, maka produksinya masih bisa dipasok dari daerah lain.

Menurut Yeka Hendra Fatika (Anggota Ombudsman RI terdapat permasalahan di hulu yang menjadikan harga pangan meningkat tajam, yaitu luas lahan pertanian yang menurun.  Hal tersebut dikuatkan oleh data Badan Pusat Statistik (BPS), bahwa per tahunnya terdapat 200 ribu hektar luas lahan pertanian di Indonesia mengalami pengurangan.

Demikian pula masalah benih, dimana tidak ada jaminan petani mendapatkan benih berkualitas. Beliau pun menjambahkan bahwa dijumpai pula persoalan di hilir, meliputi naiknya komponen produksi naik, misal sewa lahan naik, pupuk naik, BBM naik. Oleh karenanya, penyebabkan harga pangan naik, terkait persoalan teknis dan juga persoalan politis.

Mahalnya harga pangan menunjukkan negara gagal menjamin kebutuhan pangan murah.  Meski pemerintah telah melakukan berbagai langkah akan tetapi harga pangan tidak juga kunjung murah. Aturan Kapitalisme Sekulerisme yang memposisikan negara sebatas regulator menjadikan Negara menjadikan negara tidak mengambil peran besar dalam memberi pelayanan terhadap rakyat. 

Sementara persoalan masayarakat dialihkan kepada pihak swasta. 
Wajar, jika sudah oleh swasta, seluruh orientasi pengaturannya tentu berdasarkan profit semata. Korporasi hanya bicara mengenai keuntungan melimpah, tidak peduli dengan kondisi masyarakat, apakah semua rakyat dalam keadaan kenyang atau ada yang mati kelaparan.

Konsekuensinya, pengurusan umat dialihkan pada swasta akan melahirkan para mafia pangan, Merekalah yang menguasai hulu hingga hilir persoalan pangan, mulai dari penguasaan lahan hingga penjualan retail, sementara rakyat menjadi konsumen (end user).  

Walhasil, lapangan pekerjaan kian terhimpit, upah kian kecil, sementara harga kebutuhan kian mahal. 

Resolusi harga pangan
naik seharusnya mampu mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan dengan berbagai cara sehingga  masyarakat selalu terpenuhi kebutuhan  akan bahan pangan dengan mudah. Islam menjadikan penguasa sebagai pengurus wajib mengurus rakyat dan memenuhi kebutuhannya.  Negara harus melakukan segenap cara untuk mewujudkan hal itu.

Rasulullah Saw menegaskan, “Imam raain (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Ahmad, Bukhari).

Terkait dengan pengaturan pemenuhan pangan dengan harga yang terjangkau, dan bisa diakses semua masyarakat, Islam memiliki berbagai mekanisme untuk menjaga kestabilan harga pangan. Dalam Islam, negara harus mengambil peran penting politik pertanian agar mampu memenuhi kebutuhan pangan rakyat secara mandiri, sebagai wujud memelihara dan mengatur urusan umat.

Untuk menjamin produktifitas pertanian yang tinggi, dilakukan melalui intensifikasi  (irigasi, produktifitas tahah, pupuk, bibit unggul, teknologi modern, riset pertanian,dll)  dan ekstensifikasi (perluasan lahan) pertanian yang optimal. Adapun terkait impor, Islam tidak melarang impor asalkan sesuai dengan syariat.

Islam menetapkan hukum sanksi tegas bagi siapa saja yang melakukan kecurangan, seperti penimbunan, praktik riba, kartel.

Dengan demikian akan menghilangkan penguasaan pasar oleh segelintir perusahaan raksasa. Dalam Islam, terdapat hakim yang disebut sebagai Kadi Hisbah, bertugas mengawasi secara langsung tata niaga di pasar agar sesuai syariat.

Demikianlah, Islam sistem yang sempurna, telah memberikan solusi terhadap persoalan yang dihadapi oleh manusia. Oleh karena itu, sudah selayaknya kaum muslimin mengambil sistem Islam sebagai pemecah masalah yang dihadapi. Wallahu ‘alam bishshowab.[]

Oleh: Lathifah
(Relawan Media)

0 Komentar