Pengungsi Rohingya Terlunta-lunta, Bagaimana Solusinya?


MutiaraUmat.com -- Sungguh miris, melihat nasib ratusan pengungsi Rohingya yang terombang ambing tanpa tempat tinggal. Di negara asalnya mereka diberlakukan keji oleh pemerintah Myanmar, rumah mereka dibakar, mereka diusir, dianiaya, dan mendapatkan perbuatan keji lainnya. Sehingga mereka pun terlunta-lunta mencari negara yang mau menerimanya.

Sejak selasa (14/11/2023), pengungsi Rohingya berdatangan di Kawasan Pidie dan Bireuen, Aceh. Mereka datang menggunakan kapal kayu tradistional yang sangat sederhana. Sebelumnya mereka terkatung-katung di tengah laut selama 11 hari, dengan bekal seadanya, untuk mencari negara yang mau menerima. Warga setempat memang membantu para pengungsi dengan memberikan makanan, pakaian layak pakai dan kebutuhan lainnya. Akan tetapi, setelah memberi bantuan, mereka meminta para pengungsi untuk kembali ke kapal mereka (Tirto, 16/11/2023).  

Di sisi lain, pemerintah menolak kehadiran pengungsi Rohingya. Dalam keterangannya, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Muhammad Iqbal, mengatakan bahwa Indonesia tidak memiliki kewajiban menerima pengungsi Rohingya, karena Indonesia tidak ikut meratifikasi Konvesi Pengungsi 1951. Konvesi tersebut mengakui hak-hak orang yang mencari suaka untuk menghindari penindasan di negara-negara lainnya (Tirto, 19/11/2023).

Kesedihan juga dialami oleh etnis Rohingya, yang sudah lebih dulu mengungsi di penampungan, karena mereka juga terancam harus angkat kaki dari Indonesia. Warga memberikan ultimatum pada para pengungsi untuk pindah ke lokasi lainnya maksimal pada 19/11/2023. Hal ini karena adanya gesekan antara warga sekitar dengan pengungsi. 

Di samping itu, negara juga tidak hadir untuk mengurusi muslim Rohingya agar bisa mendapatkan hidup yang layak. Negara tidak hadir untuk mendamaikan gesekan antara warga dan pengungsi. Akibatnya konflik tersebut makin membesar dan berujung pada penolakan. 

Pada dasarnya, permasalahan pengungsi Rohingya adalah tugas negara, bukan individu ataupun masyarakat. Meski muslim di Indonesia, utamanya Aceh, mau menolong muslim Rohingya, tetapi negara mengabaikan para pengungsi. Sedangkan untuk memberikan pertolongan secara berkelanjutan, tentu tidak bisa mengandalkan kekuatan individu dan masyarakat saja, melainkan butuh kekuatan dari negara. 

Namun nasionalisme yang telah membelenggu, menjadikan negara enggan membantu. Negara masih melakukan perhitungan ekonomi. Sebab terbayang betapa besar rupiah yang diperlukan untuk membantu muslim Rohingya. Pada saat yang sama, rezim ini juga berlepas tangan melakukan riayah terhadap warganya sendiri, apalagi mengurusi para pengungsi. Mirisnya, sikap seperti ini juga dilakukan oleh seluruh penguasa negeri muslim di dunia.

Permasalahan Muslim Rohingya tidak akan pernah selesai dengan himbauan, ajakan, atau seruan semata. Masalah ini juga bukan masalah kemanusiaan saja, melainkan masalah yang menyangkut keselamatan jiwa kaum muslimin dan kezaliman rezim Myanmar, yang seharusnya mendapatkan ganjaran dari perbuatan keji mereka. 

Dalam sistem Islam, muslim bagaikan satu tubuh, dan tidak ada lagi sekat-sekat kebangsaan. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW, Perumpamaan orang-orang Mukmin dalam berkasih sayang dengan sesama mereka seperti satu tubuh. Jika salat satu anggota tubuh sakit, maka seluruhnya akan merasakan (Hr Bukhari-Muslim). 

Dengan demikian sistem Islam akan melindungi umatnya dari segala bentuk penindasan, terutama dari kaum kafir. Sistem Islam akan menjamin penjagaan nyawa terhadap setiap warga negaranya. Muslim maupun non Muslim. 

Sistem Islam akan menerapkan aturan Islam yang mencegah dan menjerakan manusia untuk berbuat aniaya terhadap orang lain. Jika ada orang yang melanggar aturan ini, Islam akan memberikan sanksi yang keras, bisa dalam bentuk diyat (tebusan darah) atau qisash (dibunuh). Dengan begitu darah dan jiwa manusia pun terjaga. Inilah kerahmatan Islam dalam menjaga jiwa setiap warganya. 

Adapun jika kejahatan dilakukan secara terorganisir, seperti yang terjadi pada kaum Muslim Rohingya. Maka pemerintah dalam sistem Islam, dengan kekuatan dan pengaruh politiknya akan memberi sanksi tegas terhadap rezim Myanmar. Pemerintah dalam sistem Islam akan mengirimkan pasukan untuk membebaskan kaum muslimin dari kezaliman. Bahkan insyaallah akan menjadi jalan dibebaskannya Myanmar dengan Islam. 

Semua ini dilakukan untuk mewujudkan jaminan nyawa, harta, dan kehormatan pada kaum muslimin. Bahkan jaminan ini juga berlaku pada orang kafir (kafir dzimmi) yang terikat dengan sistem Islam. 

Seperti inilah perlindungan yang diberikan sistem Islam terhadap umat Muslim, tidakkah umat ini menginginkannya kembali?

 Wallahu a'lam. []


Oleh: Sumiati (Aqila Farisha)
Aktivis Muslimah

0 Komentar