MutiaraUmat.com -- Lagi, untuk ke sekian kalinya kontrak antara PT Freeport Indonesia dengan pemerintah akan diperpanjang. Padahal, kontrak yang berlaku saat ini masih akan jatuh tempo pada tahun 2041 mendatang. Menteri ESDM, Arifin Tasrif mengatakan bahwa setelah Kunjungan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) ke Amerika Serikat , salah satu hal yang dibahas adalah perihal perpanjangan kontrak pertambangan Freeport Indonesia di Papua yang akan berakhir tahun 2041.
Kesimpulannya, kontrak Freeport bisa diperpanjang hingga 2061. "Freeport ya itu 2061 kita apa (perpanjang), kan dia sudah sekian puluh tahun. Dalam persyaratannya ada cadangan, masa kita mau putusin trus nyari (investor) lagi," jelas Arifin saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, pada Jumat 17 November 2023 lalu (CNBCIndonesia.com, 17/11/2023).
Sebagaimana diketahui, PT Freeport telah mengeruk emas Papua sejak tahun 1973. Selama itu, berton-ton emas dirampok dari tanah Papua. Rakyat Papua sendiri tidak mendapat kompensasi apapun yang setimpal, kecuali hanya menanggung dampak buruk lingkungan. Pemerintah berdalih, investasi asing lebih menguntungkan dibandingkan pengelolaan pertambangan mandiri oleh negara.
Persoalan Freeport sebenarnya bukan persoalan yang rumit. Bisa dipandang secara sederhana. Apapun alasannya, pengelolaan sumber daya alam oleh negara adalah hal yang jauh lebih menguntungkan, ketimbang dikelola oleh swasta, apalagi swasta asing. Logikanya, mana mungkin asing akan bersusah payah membuka pertambangan dengan membayar royalti kepada negara, jika tidak ada keuntungan besar dibaliknya.
Ketidakmampuan sumber daya manusia, atau ketiadaan tenaga ahli harusnya bukan alasan untuk menyerahkan SDA yang sangat berharga kepada asing. Data menjelaskan bahwa Indonesia tidak kekurangan cendikiawan dan tenaga ahli profesional. Bahkan banyak diantaranya berkarir diluar negeri karena kemampuannya tidak dihargai di negeri sendiri.
Kalaupun memang tidak ada tenaga ahli, negara adalah institusi yang memiliki semua sumber kekuatan untuk mengupayakan lahirnya orang-orang yang kompeten melalui pendidikan dan pelatihan. Sayang, mengolah sendiri SDA yang ada dalam negeri ini tidak pernah dilirik sebagai pilihan oleh pemerintah. Padahal, pengelolaan SDA inilah yang mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Mirisnya, tambang emas Papua bukanlah satu-satunya. Hampir seluruh pertambangan di pelosok negeri Indonesia dikelola oleh asing, terutama Amerika dan China. Berdasarkan data yang disampaikan oleh DPR tahun 2022 lalu, 90 persen tambang nikel Indonesia dikuasai oleh China, 84 persen produksi migas Indonesia dikuasai oleh asing.
Masih begitu banyak sumber daya alam yang harusnya bisa menjadi sumber pendapatan besar bagi negara, namun justru memberi keuntungan besar bagi negara lain. Maka tidak berlebihan jika kita sebut perpanjangan kontrak investasi asing ini sejatinya adalah perpanjang penjajahan.
Disisi lain, rakyat Indonesia masih jauh dari kata sejahtera. Ibarat ayam mati di lumbung padi, begitulah istilah yang cocok bagi bangsa ini. Masyarakat Papua yang menyimpan harta karun besar, nyatanya mayoritas masih berada dibawah garis kemiskinan. Mereka tertinggal dalam segala aspek kehidupan, baik ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya. Padahal harusnya, dengan tambang emas yang mereka miliki, masyarakat Papua layak menjadi orang-orang paling sejahtera di Indonesia.
Inilah akibat dari pengelolaan negara secara demokrasi kapitalis. Kebijakan dan aturan dibuat oleh segelintir manusia hanya demi kepentingan diri atau golongannya saja. Segala sesuatu dipertimbangkan atas keuntungan materi. Kemudian pemerintahan demokrasi, yang para pelakunya juga adalah kaum kapitalis, merupakan wadah tepat bagi mereka yang ingin memerkaya diri. Termasuk melegalkan investasi asing tanpa memperhitungkan dampaknya bagi bangsa dan negara.
Demokrasi kapitalis adalah akar masalah yang sebenarnya. Selama sistem ini masih diterapkan, mustahil bangsa Indonesia dan seluruh dunia bisa mencapai kesejahteraan yang hakiki. Kapitalisme yang otomatis berdampingan dengan sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) adalah sumber kesengsaraan yang harus segera dicabut dan diganti dengan sistem yang lebih baik dan sempurna yaitu sistem Islam.
Islam bukan sekedar agama. Islam adalah ideologi yang memancarkan aturan lengkap mulai dari skala individu, masyarakat hingga negara. Pemerintahan bersistem Islam dijalankan dengan landasan akidah dan keimanan, serta sesuai dengan syariat Islam. Islam melarang keras investasi asing sebab sumber daya alam adalah kekayaan umat yang hasilnya harus bisa dinikmati oleh umat itu sendiri, bukan dinikmati oleh asing.
Kerjasama dengan negara luar dalam bentuk apapun termasuk Investasi asing juga tidak diperbolehkan dalam Islam sebab hal itu bisa membahayakan stabilitas keamanan dalam negeri. Negara bersistem islam niscaya adalah negara yang mandiri tanpa ketergantungan terhadap asing. Terpenting, melaksanakan seluruh aturan Allah SWT secara total dan menyeluruh pastilah akan menurunkan ridha dan rahmat Allah sebagaimana firmanNya dalam surat Al A'raf ayat 96:
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan (TQS. Al A'raf : 96)". Wallahu a'lam bishshawwab.
Oleh: Dinda Kusuma W.T.
(Aktivis Muslimah)
0 Komentar