MutiaraUmat.com -- Menanggapi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang merevisi syarat menjadi bakal calon presiden maupun bakal calon wakil presiden, Direktur Pamong Institute Wahyudi Al-Maroki mengatakan, “MK ini bukan merupakan keputusan hukum murni, tetapi lebih cenderung ditunggangi oleh kepentingan politik,” katanya pada
YouTube UIY official Channel berjudul
Kontroversi Putusan MK, Ahad 22 Oktober 2023.
“Apa indikasinya? Orang mengatakan dengan adanya keputusan MK ini, ungkapnya, dia akan membuka pintu khusus yang bisa membuat salah seorang yang sebelum-sebelumnya tidak mungkin bisa ikut cawapres dan capres menjadi bisa. Sehingga orang yang tidak mencapai usia 40 tahun bisa mencalonkan kalau dia sudah menjabat kepala daerah atau dipilih melalui pemilihan umum juga pemilihan yang lain.
Kemudian Wahyudi menjelaskan, di satu sisi dia mengunci di lain sisi membuat norma baru. “Dan ini yang saya kategorikan melampaui kewenangan MK itu,” tegasnya.
“Jadi MK membuat norma baru, yang mestinya tidak dibuat, seharusnya dia hanya menyatakan sesuatu yang di yudisial atau diajukan itu bertentangan dengan konstitusi atau tidak, diterima sebagian atau ditolak sebagian, tapi ini justru membuat norma baru. Memberi ruang bahwa 40 tahun tidak boleh tetapi sebelum 40 tahun boleh ikut mencalonkan kalau sedang menjabat kepala daerah, sedang menjabat kepala daerah atau pernah menjabat kepala daerah,” bebernya.
Masih katanya, ini yang memberikan pintu khusus bagi orang tertentu. Dan kalau publik ini, mengarahnya langsung kepada anak Presiden Atau orang sering menyebutnya dengan anak pak lurah. Seandainya tidak ada keputusan MK dia sudah tertutup sama sekali. Oleh karenanya lumrah saja, kalau publik juga menilai bahwa keputusan MK ini memberikan Golden tiket bagi berdirinya dinasti politik yang baru, yaitu dinasti politik keluarga Jokowi.
“Sebenarnya keputusan MK ini hanya sebagian kecil dari praktik politik pemerintahan yang sangat buruk di era Pak Jokowi ini. Kenapa saya bilang sangat buruk? Karena minimal menimbulkan dampak yang besar," katanya.
Pertama, menimbulkan kegaduhan di tengah politik, yaitu orang sedang kesulitan ekonomi harga beras naik, kemudian harga kebutuhan-kebutuhan lain juga naik tetapi yang disuguhkan adalah drama seperti ini.
Kedua, selain terjadinya kegaduhan politik instabilitas pemerintahan yang akhirnya para pejabat pemerintah itu tidak konsentrasi lagi untuk mengurus dan melayani rakyatnya. Tetapi justru sibuk untuk merespons drama-drama politik. Yang sedang disuguhkan ini termasuk yang sangat disayangkan lembaga MK ikut-ikut terkontaminasi bahkan ditunggangi untuk ikut membuat putusan politik.
“Ini menunjukkan kemunduran yang sangat jauh,” kritiknya. Kemudian ia menjelaskan, kenapa bisa terjadi? Karena ia lihat ini persoalan utamanya adalah ketika mendapatkan seseorang yang kurang amanah kemudian tidak dikendalikan diatur oleh sistem yang baik, akan memberi kelonggaran di situ terutama keputusan MK. “Karena MK ini kan tidak ada lembaga yang mengontrol lagi atau mengawasi lagi bahkan keputusannya bersifat sudah final dan mengikat. Kalaupun keputusannya buruk sekalipun itu pun rakyat harus terima. Nah itu celakanya dia membuat keputusan yang tidak menguntungkan rakyat,” jelasnya.
"Mengapa demikian? Karena kita sudah menggunakan sistem yang tidak memberikan pencegahan atau mengantisipasi terjadinya pelanggaran-pelanggaran seperti ini. Atau terjadinya manuver-manuver hakim yang ditunggangi oleh kepentingan politik," jelasnya.
“Kalau terjadi kepentingan keluarga enggak tahulah yang paling penting keluarga yang punya kepentingan politik,” pungkasnya.[] Titin Hanggasari
0 Komentar